Selasa, 20 April 2010

MASA PENANTIAN DIALOG JAKARTA - PAPUA

Setelah mengikuti dan menyimak perkembangan wacana di kalangan tokoh pemuda, tokoh agama, tokoh masyarakat dan kaum intelektual serta pejuang ( aktivis ) yang tidak di sebutkan namanya, tentang perubahan politik perjuangan masalah Papua hingga kini merejalelah di Ras Melanesia tentang DIALOG JAKARTA – PAPUA. Sehingga wacana tersebut menjadi pro dan kontrak antara beberapa organ dalam Komite Perjuangan Pembebasan Papua Barat.

Wacana yang berkembang di masyarakat sangat signifikan sehingga para pemuka – pemuka, serta elemen yang terlibat langsung dalam konsep tersebut agar supaya perlu koordinasi dan menjelaskan secara detail ke organ – organ yang belum memahami dampak - dampak wacana ( Dialog Jakarta – Papua) yang akan terjadi pada massa yang akan datang sambil memperhatikan dan memproteksi kondisi Papua Barat pada massa silam dan masa sekarang. Namun di balik itu timbul pertanyaan yang sangat akurat. Wacana tersebut berasal dari mana? Ketika Implementasi hal ini, Siapa – siapa yang terlibat langsung dalam dialog itu ? Apakah para aktivis saja yang terlibat dalam dialog ini ? atau ka, Ada koalisi Organ – organ perjuangan Papua Merdeka ?

Jika dalam dialog tersebut hanya satu pranata yang terlibat maka akan ada bedah persepsi sehingga sebelumnya harus ada komunikasi yang jelas, walaupun wacana tersebut telah berkembang cukup lama dan telah terpublikasi lewat media, baik itu media masa, media elektronik dan lain – lain.

Dalam dialog tersebut NKRI menjawab gagasan atau ide yang kita kemukakan ataukah NKRI monolog dari jakarta, yang tidak pernah di komunikasikan ke Papua Barat sehingga Negara Indonesia mengambil keputusan dengan mengeluarkan berbagai macam peraturan seperti, Peraturan pemerintah ini dan itu, Inpres ini dan itu dikeluarkan, Undang-Undang ini dan itu dikeluarkan intinya hanya satu yakni untuk diberlakukan di Papua Barat padahal di Papua sudah ada UU 21/2001 tentang OTSUS yang telah di luncurkan dari jakarta, sekalipun umurnya sembilan tahun namun Implementasinya tidak berjalan dengan efektif . Dialog jakarta - Papua merupakan agenda nasional Dengan demikian ke depan Papua bisa lebih baik dalam arti Berdiri Sendiri ( Negara Merdeka ). Dengan dialog ini diharapkan akan tumbuh persepsi dan pemahaman yang sama dalam membangun bangsa Papua.

Dan kini Hari semakin gelap, manusia semakin hilang dari Bumi Cendarawasih, martabat dan Harga diri Bangsa Papua semakin di tindas kembalilah kepankuan tanah papua dan persatukan tali perjuangan, eratkan tali persaudaraan tidak di pandang dari ras, suku dan bangsa tapi kita adalah Ras Melanesia untuk meraih dan memperebut apa yang menjadi hak kita ( Bangsa Papua Barat ) dan kembalikan apa yang menjadi hak mereka ( NKRI ) sehingga dengan semangat dan kekompakkan dari semua elemen masyarakat untuk mendukung Dialog tersebut.

Sebagai bahan renungan sejarah mencatat bahwa” ARI MUSTOPO ” seorang perancang PEPERA ia mengatakan bahwa : ” jika PAPUA mau merdeka maka pergi dan mengemislah ke Amerika atau pergi ke bulan dan buat salah satu pulau di sana ( Bulan ) agar kamu ( orang papua) bisa merdeka karena kami ( NKRI ) tidak mencintai orang papua tapi mencintai tanahnya ( Tanah Papua beserta Sumber daya Alamnya)”. Sekian Opini Saya

Minggu, 18 April 2010

KENAPA UANG OTONOMI KHUSUS, TIDAK PERHATIKAN ANAK-ANAK PAPUA YANG SEKOLAH DI JURUSAN PILOT


saya rasa kesal, kalau dari pemerintah pusat dan daerah bilang memperhatikan putra-putri papua, padahal kenyataan yang ada di lapangan tidak pernah perhatikan anak-anak papua yang sementara mengabdi ilmu di jurusan2 yang langkah sepertinya jurusan pilot ...

SAYA SENDIRI SEKOLH DI JURUSAN PILOT, TAPI SEMENtara hidupnya serba susah dalam hal ini untuk memperlengkapi alat2 sekolah ..padahal uang dari pusat untuk papua lebih dari 5 triliun ke atas tapi kok anak2 papua bisa miskin ????
penulis adalah dan teman2nya sekolah dijurusan pilot jakarta
kalau hubungi isa lewat email " richson.aruman@yahoo.co.id"

Sabtu, 17 April 2010

Papua Bergejolak Lagi , Apa dan Siapa di Balik Peristiwa Itu


Mendengar dan membaca beberapa berita tentang peristiwa di papua, sebagai orang papua, saya prihatin karena yang terkena dampak nantinya juga adalah masyarakat kecil, akan terjadi eskalasi militer ke pelosok dan pedalaman papua, ini tentu mempunyai dampak sosiologis yang mempengaruhi pisikologis masyarakat, tanpa mau saling menyalahkan, saya pribadi melihat ini sebagai bagian dari rasa ketidak puasan terhadap pemerintah kita, tetapi harus di justifikasi lebih lanjut, kepuasan seperti apa ?

Kalau mau jujur, dalam pelaksanaan otonomi khusus, tentu banyak kekecewaan dibandingkan kesuksesan, dalam implementasi otonomi khusus saja, terjadi banyak perselingkuhan antara elit di pusat dan daerah, kebijakan di papua lebih mengedepankan kepentingan dari pada kebutuhan rakyat papua.

kita harus jujur dengan pembangunan yang ada, otonomi khusus memang menurut jakarta sangat baik, tetapi tidak diawasi pelaksanaannya, sehingga berdampak pada konflik - konflik horizontal, sebenarnya masalah tuntutan papua merdeka, bukan baru kemarin sore di sampaikan, justru sebaliknya - posisi tawar - menawar inilah yang kemudian ditanggapi oleh pemerintah melalui otonomi khusus, dan salahnya otonomi khusus tidak melihat kebutuhan mendasar orang papua.

Di Ibu Kota provinsi saja, untuk berjualan, mama - mama papua harus berjemur dibawah terik matahari, kalaupun ada pasar, harus bayar dulu….baru menempati tempat yang layak, UNTUK APA OTSUS KAH ? padahal yang jadi Gubernur, Bupati, walikota adalah anak- anak papua, yang dikandung dan di lahirkan dari rahim perempuan papua, ini DOSA BESAR….dongeng tentang Si Malingkundan ada di Birokrasi Papua, kebijakan tidak bisa mengakomodir mama - mama papua yang berjualan di pinggiran jalan dan di bawah terik sinar matahari

Semua peristiwa yang terjadi adalah akumulasi dari kekecewaan sepanjang sejarah Integrasi Papua ke NKRI, walaupun Kely Kwalik sudah dibunuh..tapi bukan berarti gejolak akan berakhir, tetapi yang terpenting adalah pemerintah lebih bijak terhadap pembangunan di Papua. Jadi pemerintahlah yang menciptakan aktor dibalik semua peristiwa ini, karena kebijakan yang tidak melihat kebutuhan, tetapi kebijakan karena keserakahan………..

Papua volatile Again, What and Who's Behind That Events

Hear and read some news about events in Papua, as Papuans, I am concerned because the future is also affected is a small community, there will be a military escalation to remote and rural papua, is certainly having an impact that affects pisikologis sociological society, without wanting to blame each other , I personally see this as part of a sense of dissatisfaction against our government, but must be further justification, what kind of satisfaction?

If you're honest, in the implementation of special autonomy, certainly a lot of disappointments than successes, in the implementation of special autonomy alone, there were a lot of infidelity among the elite in the central and local government, the policy emphasizes the importance of Papua on the needs of the people of Papua.

we must be honest with the existing development, according to Jakarta's special autonomy is very good, but not overseen its implementation, so the impact on the conflict - a horizontal conflict, exactly the problem demands an independent Papua, not just yesterday afternoon to say, precisely the opposite - the bargaining position - this bid which was then taken by the government through special autonomy, and harm the special autonomy did not see the basic needs of people in Papua.

In the provincial capital, to sell, mama - mama papua must bask under the hot sun, even if there is a market, must pay first .... Just occupy an appropriate place, Kah OTSUS FOR WHAT? so when all governors, regents, mayors are the children of Papua, which was conceived and born from the womb of women in Papua, this is a BIG SIN .... a tale about The Bureaucracy Malingkundan in Papua, the policy could not accommodate mama - mama who sold on the outskirts of papua roads and under the blazing sun

All the events that happened was an accumulation of disappointments in the history of integration of Papua into the Republic and although Kelly Kwalik has been killed .. but that does not mean the turmoil will end, but the most important is the government more wisely on development in Papua. So is the government that created the actor behind all these events, because the policy did not see a need, but the policy because of greed ... ... ... ..

Senin, 12 April 2010

dialog jakarta papua tetap di laksanakan

Jumat, 09 April 2010

Dari UI, Papua Ingin Merdeka



Sebuah symposium nasional Papua yang diselenggarakan di kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat selama tiga hari 7-9 April 2010 atas kerjasama UI dan Univervesitas Cendrawasih (Uncend), awalnya bertujuan untuk mengungkap semua potensi Papua, baik dalam bidang kebudayaan, kepariwisataan hingga prospek lainnya, namun di hari kedua kemarin, sebagai peserta, saya merasakan ada ‘getar-getar lain’ Papua. Ada penyesalan terkuak disana, mungkin juga peserta lainnya. Sepertinya, beberapa peserta ‘non Papua’ didaulat untuk mendengarkan dentuman kemerdekaan Papua. Firasat saya, pihak Antropologi UI sebagai tuan rumah juga menyesal, kalau sebenarnya terjadi pelencengan makna symposium di hari itu.

Kondisi ini jauh berbeda dengan Simposium hari pertama. Tiga pemateri dari putra terbaik Papua, masing-masing Menhub Freddy Numbery, Gubernur Papua Bernabas Suaebu dan Gubernur Papua Barat, Abraham O. Aturruri, begitu konsentrasi mengungkap prospek Papua membangun dalam bingkai NKRI. Saya bangga, bahwa Papua benar-benar orang Indonesia dan berpikir maju untuk setara dengan daerah lainnya di Indonesia. Nasionalisme saya bergolak, ingin membantu saudara kita di Papua, meski mungkin hanya lewat kajian-kajian ilmiah sebagai peserta symposium. Apalagi, sebelum masuk di ruang symposium, pamplet dan banner promosi betebaran dimana-mana, mempromosikan potensi wisata di sana. Saya bangga. Indonesia benar-benar kaya. UI juga merasa bangga, mampu menjadikan kampus terbaik di Indonesia ini sebagai ruang merekatkan nasionalisme.

Sekali lagi di hari kedua penyesalan itu muncul. Dua pemateri asal Papua, masing-masing Dr. Muh. Mus’ad, M.Si (FISIP Uncend) dan Septer (NGO) Papua begitu bersemangat mengurai ‘apa yang sebenarnya’ terjadi di Papua. Mus’ad, akademisi asal Fak-fak itu menegaskan, kalau sebenarnya Papua tidak meminta Otonomi Khusus, tetapi meminta Merdeka. “Sebenarnya Papua tidak minta O tapi minta M” begitu Mus’ad menginisialisasi.

Kondisi ini katanya terjadi karena Jakarta (pemerintah pusat) setengah hati dalam mengurus Papua. Otsus tidak diperankan sebagaimana peran Jakarta kepada Aceh. Mus’ad sebagai salah satu akademik besar di Papua, banyak mengurai dan membanding antara perhatian pusat kepada Papua dan Aceh. Intinya, terjadi ketidak-adilan yang mendorong Papua berpikir lain kepada NKRI. Bahkan, disebutkan jika sebenarnya Otsus itu bukan hadiah dari Jakarta, tetapi sebuah perjuangan orang Papua. Meski yang diminta itu adalah sebuah kemerdekaan. Mus’ad juga menyesalkan, ketidak-hadiran para Gubernur di Papua di hari kedua itu, untuk duduk bersama membahas masa depan Papua.

Lain lagi dengan Septer Manufandu, aktifis NGO Papua ini lebih lantang lagi, jika Papua benar-benar tersiksa. Dari paparan mapping yang diutarakan, jelas sekali kalau Papau ‘disiksa’ dengan perencanaan pembangunan yang akan diselenggarakan pemerintah Indonesia. Jalan raksasa yang akan dibangun dengan nama Trans Papua, serta sejumlah pembukaan lahan masyarakat dinilai bakal merusak kehidupan Orang Papua, merusak hutan yang merupakan asset besar negeri itu. Bahkan seorang penanya yang ‘keliru’ menyebut Papua dengan sebutan ‘Irian’ ramai-ramai dibantah dan menyebutkan nama ‘Papua’.

Septer-pun mennyanyikan cuplikan lagu moyangnya yang berkisah tentang ‘diperbudaknya Papua di negeri sendiri’. Dia dengan lantang mengungkap perjalanan hidupnya, jika dirinya pernah belajar di Afrika Selatan. Katanya dia pernah diajari tentang konsep Merdeka orang Afrika Selatan, dimana sebuah kemerdekaan, bukan hanya merdeka secara politik, tetapi merdeka seutuhnya. Dan, itulah yang dilakukannya kini. “Persolan Papua, bukan hanya persoalan Makan dan Minum, tetapi lebih dari itu” kata Septer.

Sama seperti Mus’ad, Septer juga mengkrtik tajam bahasan yang diurai para Gubernur Papua sehari sebelumnya, yang tidak mencerminkan kehidupan sebenarnya di Papua. Ada aroma ‘kekesalan’ pada pemerintahan Papua yang seolah membeo dengan Jakarta dan tidak mengisahkan kehidupan Papua yang sebanarnya. “Harusnya kita semua duduk semeja, untuk membahas masalah ini”ujarnya.

Saat sesi tanya jawab, sejumlah aktivis dan akademika Papua, mempertanyakan tentang keseriusan pemerintah Indonesia. Seorang diantarnya, adalah Ibu Vincen, akademisi FISIP Uncen, dengan lantang menyebutkan, jikalau Papua harus menjadi anak Emas Indonesia, sebab jika tidak Papua banyak Negara yang menginginkannya. Sebuah penggambaran pemberontakan hati para akademik di sana. Kondisi ini sama dengan informasi beberapa peserta symposium asal Papua yang menyebut bila saat ini Papua, hanyalah ATM dari Republik Indonesia.

Untung saja, bahasan tentang kemerdekaan Papua ini ‘dipatahkan’ pakar Administrasi UI, Dr Roy. Roy menyebutkan apa yang sebenarnya terjadi di Papua sama dengan beberapa wilayah Indonesia lainnya. Bahkan mungkin keadaannya lebih parah. Tugas kita bersama kata Roy, adalam membangun ’knowledge sourche’ Papua. Katanya, keterbelakangan terjadi karena ketidakcerdasan kita sendiri, sehingga yang harus dibangun sekarang dalam bingkai NKRI adalah sumber daya manusianya. (**)

Depok, 9 April 2010.

Kamis, 08 April 2010

Pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Khusus selama 6 tahun telah gagal. Beberapa indikator utama kegagalan Otonomi Khusus ialah telah terjadinya Penculikan, Pembunuhan, Pemerkosaan Hak-hak dasar,[1] meningkatnya saki-penyakit, kematian, Korupsi, kolusi dan berbagai Inpres, pemekaran Provinsi dan kabupaten, yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.[2] Dari berbagai ketidakadilan yang dialami rakyat Papua pasca pemberlakukan UU Otsus telah mengantar generasi Papua untuk menyimpulkan bahwa : Otonomi Khusus merupakan sebuah alat yang paling ampuh untuk melegalkan dan mempercepat pemusnahan orang asli Papu di tanah leluhurnya.



Uraian khusus tentang penderitaan rakyat Papua yang dialmi di era Otonomi Khusus kami rumuskan dalam uraian berikut.

A. TIGA MASALAH DASAR LAHIRNYA OTONOMI KHUSUS



Sebagaimana yang tertera dalam konsideran Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang OTONOMI KHUSUS bagi Provinsi Papua menyebutkan dan mengakui 3 (tiga) hal pokok penyebab lahirnya Undang-Undang tersebut:



1. Tuntutan rakyat bangsa Papua untuk MERDEKA dengan pelurusan sejarah masuknya Papua dalam bingkai NKRI yang dinilai rakyat asli Papua sebagai konpirasi kepentingan politik dan ekonomi yang melibatkan Belanda, Amerika, PBB. Aspirasi ini disampaikan melalui Tim 100 dan melalui MUBES-KONGRES PAPUA II.

2. Berbagai Pelanggaram HAM selama Bangsa Papua berintegrasi. Selama integrasi kala itu telah terjadi banyak pelanggaran HAM Berat terhadap rakyat Papua. Selain itu, Jakarta tidak melihat orang Papua sebagai manusia yang memiliki hak hidup dan hak-hak dasar lainnya. Dan belum memadainya upaya penegakkan dan penghormatan terhadap HAM di Papua. Data terakhir sampai dengan tahun 2003, komisi HAM PBB mencatat 100 ribu rakyat Papua telah dibunuh.

3. Ketidakadilan dalam pembangunan. Pembangunan yang belum merata adil, akibat sistem pembangunan yang sangat sentralistis di zaman ORDE BARU atau sebelum OTSUS ada, telah meletakan provinsi-provinsi diwilayah Timur Indonesia terutama provinsi Papua dalam posisi yang termaginalkan dan hanya gugang mentah bagi pulau Jawa dan pulau-pulau lainya di luar Papua[3]

B. PELANGGARAN HAM SECARA FISIK DAN PSIKIS



a. Pembunuhan Visik

Kejahatan terhadap kemanusiaan terjadi dibanyak tempat dengan berbagai modus dan bentuk baru. Beberapa bukti kongkrit pelanggaran HAM di era OTSUS:



1. Pembunuhan dan penculikan Bpk. Theys Hiyo Eluay, 10 November 2001 dan penghilangan sopirnya, Aristoles Masoka.[4]
2. Peristiwa Wasior Berdarah 13 Juni 2001. Pada peristiw ini aparat keamanan dari Brimob Kepolisian Daerah Papua telah melakukan penyisiran terhadap warga sipil sehingga banyak yang kehilangan nyawa, keluarga dan tempat tinggalnya.
3. Berimbas dari pembobolan Gudang Senjata di Kodim 1702 Jayawijaya 4 April 2003 maka aparat keamanan melakukan penyisiran disejumlah kampung di Wamena sampai di kampung Kuyawage. Akibatnya banyak masyarakat menjadi korban.
4. Peristiwa penyisiran dan operasi Puncak Jaya berdarah pada tahun 2004. Masyarakat meninggal karena ditembak, ada juga meninggal ditempat pengungsian. Banyak masyarakat kehilangan keluarga dan tempat tinggal mereka.
5. Abepura berdarah 10 Mei 2005, saat masa melakukan aksi untuk dibebaskannya Yusak Pakage dan Philip Karma di depan Pengadilan Negeri Abepura. Sebagai tanggapan atas
6. aksi tersebut, aparat Kepolisian secara paksa membubarkan masa sehingga banyak menjadi korban. Beberapa demonstran disuntik (diduga beracun) pada bagian kepala. Akibatnya sampai saat ini ada yang sarafnya terganggu.
7. Timika berdarah atas INRES No. 01 thn 2003, tentang Provinsi Irian Jaya Barat dan Irian Jaya Tengah membuat masyarakat pro dan kontra (devide et Impera) menewaskan 6 korban warga sipil.
8. Peristiwa pemukulan oleh Aparat kepolisian Resort Jayawijaya terhadap Obet Kossay di Kampung Wesaput-distrik Wamena Kota pada pertengahan Januari 2006. Korban dipukul di dalam kamarnya setelah pintu di kunci.
9. Peristiwa penembakan terhadap Moses Douw (meninggal dunia) dan beberapa warga sipil menjadi korban di Wahgete pertengahan Januari 2006
10. Penembakan oleh Aparat Kepolisian Resort Mimika terhadap, Yulianus Murip (kena tembakan peluruh pada bagian kepalah), Yohanes Wakerwa (kena tembakan persis dibagian perut) Melianus Murip dan Yohanes Tipagau. Pelurh yang keluarkan 150 buah.
11. Penangkapan kerja sama antara Aparat keamanan dengan FBI terhadap 12 warga sipil di di Timika pada awal Januari 2006.
12. Meningalnya Sodema Huby dan Paulus Mokarineak Kosay dan beberapa warga kena luka tembak oleh Aparat Brimob dan Kepolisian Resort Jayawijaya di kediaman mantan Bupati Jayawijaya pada 13-14 Mei 2006.

m. Meninggalnya Yesaya Hisage karena ditembak oleh Aparat Brimob Kepolisian Daerah Papua pada 18 Maret 2007. Dan penyisiran pasca Abepura Berdarah 16 Maret 2006 dimana Asrama Mahasiswa (Asrama Nayak, Ninming, Nabire, Kerit, asrama mahasiswa Tolikara, Puncak Jaya, Timika, Yahukimo, asrama mahasiswa Universitas Cendrawasih) di hancurkan dan satu perumahan di bakar. Penyisiran difokuskan terhadap Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua sehingga banyak mahasiswa yang lari ke hutan dan tinggalkan asrama/kampus.

1. Meninggalnya Hardi Sugumol (narapinada kasus mile 62 Timika) di dalam tahanan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia pada 1 Desember 2006.
2. Penyisiran dan pembunuhan di Puncak Jaya pasca penembakan anggota Kopasus dan Purnawirawan TNI pada Desember 2006
3. Kamis Malam, tanggal 14 Mei beberapa anggota Koramil Kurima menyiksa seorang pemuda; rendam dalam got, ikat kaki dan tangan lapis dengan tiang bendera, membakar dengan lilin pada lida dan kemaluan, jepit dengan tang di jari kaki dan biji kemaluan. Korban di rawat secara itensif di rumah sakit.
4. Pada hari Kamis 18 July, 300 lebih masyarakat adat dari Kampung Tablasupa, Yaru, Sebron, keracunan makanan yang disiapkan oleh petugas.
5. 20 July 2007, aparat kepolisian membawa 3 pemuda yang sedang minum-minuman beralkohol dari rumah mereka. Sesampai di polsek mereka melakukan penyiksaan yang mengakibatkan 1 orang meninggal dunia dan 2 lainnya dirawat secara itensif di rumah sakit.
6. Pada 2 Agustus 2007, penembakan oleh TNI Angkatan Laut terhadap Wemi Gombo. Korban luka kritis pada lengan kiri dan di rawat di RSUD Dok II, Jayapura.
7. Pada 3 Augutus 2007, Soleman Wandikbo disiksa oleh anggota Polres Jayawijaya sampai meninggal di ruang sel Polres Jayawijaya.
8. Penembakan terhadap Opinus Tabuni oleh Aparat Keamanan pada 9 Agustus 2008, di Lapangan Sinapup Wamena.



2. Pembunuhan Karakter/Psikis

Semua peristiwa yang telah disebutkan di atas selain pembunuhan secara fisik selalu diiringi dengan tekanan teror dan intimidasi. Namun pada kesempatan ini kami sebutkan pembunuhan karakter yang dilakukan oleh aparat keamanan terhadap para aktifis HAM dan demokrasi:



a. Dimasukkannya Markus Haluk (Wakil Sekretaris Jendral Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia) sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) atas peristiwa 16 Maret 2006. Setelah yang bersangkutan datang ke Polda Papua untuk klarifikasi. Ternyata setelah datang klarifikasi tidak diterbukti.

1. Dimasukkan Seby Sambom dan Raga Kogoya sebagai Daftar Pencarian orang (DPO) atas peristiwa 16 Maret sementara yang bersangkutan ada di Wamena dan Sentani. Setelah keduanya datang ke Polda Papua di antar secara resmi oleh Wakil Sekjen AMPTPI Markus Haluk ternyata tidak di temukan bukti apa-apa.
2. Dengan motif dan cara yang sama dilakukan juga beberapa orang Papua misalnya kasus Mile 72 dari 12 menjadi 9 karena 3 tiga orang tidak ditemukan bukti keterlibatan mereka.
3. Para aparat keamanan di Jayapura terus mengawasi dan mengintai setiap aktifitas mahasiswa dalam study maupun demontrasi damai dengan mengambil gambar dengan tustel maupun handigame.
4. Pelarangan titik kumpul pusat demokrasi untuk menyampaikan aspirasi di kampus Universitas Cendrawasih yang dilakukan oleh Rektor Universitas dalam kerja sama dengan Kepolisian Daerah Papua. Hal ini terlihat dengan aski-aksi yang dilakukan antara lain pada tanggal 6 Maret, 27 April dan beberapa aksi sebelumnya dibatasi oleh Rektor Universitas Cnderawasih.
5. Pemanggilan terhadap Panitia Konfrensi DAP II, Pimpinan DAP dan PDP pasca konfrensi di Gor Cendrawasih.
6. Pemeriksaan dengan tuduhan makar terhadap Pimpinan DAP dan Panitia Pasca Perayaan Hari internasional masyarakat Pribumi pada 9 Agustus 2008.
7. Pemeriksaan dengan tuduhan makar terhadap Ketua DAP dan Wakil Sekjen AMPTPI Buctar Tabuni pada 27-29 October 2008 terkait aksi pada tanggal 16 October menyambut peluncuran Internasional Parlementari For West Papua (IPWP) di London Inggris.
8. Selain itu dengan tuduhan makar, Polda Papua juga memanggil 2 aktivis Mahasiswa, Sdr. Sebby Sambom dan Viky Yeimo.
9. Dan amat tentu banyak peristiwa yang belum kami terekam di sini namun berbagai tindak kekerasan secara fisik dan non fisik yang senantiasa dialami oleh Rakyat Papua.

C. PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR MILITER YANG MENINGKAT



Sejak 1 Mei 1963-2000 sebelum Otus diberlakukan ditanah Papua jika dilihat dari segi Infrastruktur belum banyak bertambah yakni tetap 1 Kodam, 1 Korem, 3 Batolion. Selain itu tidak ada penambahan banyak pada angkatan Laut, Udara dan Kepolisian namun pasca Otonomi Khusus pengembangan infrastruktur militer hampir dua kali lipat. Sebut saja beberapa contoh pengembangan infrastruktur militer yang ada di depan mata kita, dari 3 batolyon menjadi 6, demikian pula dengan Korem, angkatan Laut dan Udara. Pengembangan yang sama terjadi di kepolisian.



Tabel. pengembangan Infrastruktur/pengembangan Batalyon Militer sebelum dan Pasca Otonomi Khusus.



No.


Nama Batalyon


Kota/Kabupaten


Keterangan

01,


751


Kab. Jayapura


Sebelum Otsus

02.


752


Kab. Nabire


Sebelum Otsus

03.


753


Kota Sorong


Sebelum Otsus

04.


754


Kab. Timika


Setelah Otsus

05.


755


Kab. Wamena


Setelah Otsus

06.


756


Kab. Merauke


Setelah Otsus

D. PEMEKARAN YANG DIDORONG OLEH KEPENTINGAN ELIT POLITIK JAKARTA



Pemekaran di Pasca pelaksanaan Otonomi Khsusu tidak terbendung lagi. Semua pemekaran terjadi diluar UU OTSUS. Dilihat dari polulasi penduduk Papua yang hanya 1,5 juta jiwa sudah tidak memenuhi sayarat dilakukan pemekaran. Jika demikian atas dasar apa dan kepetingan siapa pemekaran dilakukan? Ya. Amat tentu atas kepentingan elit politik Jakarta dan elit politik Lokal. Selain itu pemekaran juga terjadi atas kepentingan militer. Karena ketika terjadi pemekaran, dengan sendirinya kan dibuka pula Kodam, Korem, Kodim, koramil dan Polda, Polres sampai Polsek.



Berikut tabel pemekaran di Kab. di Tanah Papua[5].

No.


Nama Kabupaten/ Kota


Tahun Keterangan

01.


Kota Jayapura


1999 Sebelum Otsus

02.


Kab. Jayapura


1999 Sebelum Otsus

03.


Kab. Jayawijaya


1960-an Sebelum otsus

04.


Kab. Paniai


1996 Sebelum Otsus

05.


Kab. Puncak Jaya


1996 Sebelum Otsus

06.


Kab. Nabire


1960-an Sebelum Otsus

07.


Kab. Manokwari


1960-an sebelum Otsus

08.


Kab. Sorong


1960-an sebelum Otsus

09.


Kab. Fakfak


1960-an sebelum Otsus

10.


Kota Sorong


1996 Sebelum Otsus

11.


Kab. Merauke


1960-an sebelum Otsus

12.


Kab. Biak


1960-an sebelum Otsus

13.


Kab. Serui


1960-an sebelum Otsus

14.


Kab. Timika


1996 sebelum Otsus

15.


Kab. Agats


2003 Setelah Otsus

16.


Kab. Mappi


2003 Setelah Otsus

17.


Kab. Boven Digul


2003 Setelah Otsus

18.


Kab. Yahukimo


2003 Setelah Otsus

19.


Kab. Pegunungan Bintang


2003 Setelah Otsus

20.


Kan. Tolikara


2003 Setelah Otsus

21.


Kab. Kerom


2003 Setelah Otsus

22.


Kab. Sarmi


2003 Setelah otsus

23.


Kab. Waropen


2003 Setelah otsus

24.


Kab. Supiori


2003 setelah otsus

25.


Kab. Teluk Wondama


2003 Setelah Otsus

26.


Kab. Kaimana


2003 Setelah Otsus

27.


Kab. Teluk Bintuni


2003 Setelah Otsus

28.


Kab. Sorong Selatan


2003 setelah Otsus

29.


Kab. Raja Ampat


2003 Setelah Otsus

30.


Kab. Mabramo


2005 Setelah Otsus

31.


Kab. Dogiay


2007 Setelah Otsus

32.


Kab. Lani Jaya


.2007 Setelah Otsus

33.


Kab. Nduga


2007 Setelah Otsus

34.


Kab.Yalimo


2007 Setelah Otsus

35.


Kab. Mambramo Tengah


2007 Setelah Otsus

36.


Kab. Puncak


2007 Setelah Otsus

37.


Kab. Deiyai


2008 Setelah Otsus

38.


Kab. Sugapa


2008 Setelah Otsus

39.


Kab. Tembrau


2008 Setelah Otsus

D. MENINGKATNYA HIV/AIDS

Siapapun tidak dapat membantah bahwa uang menjadi peluru yang paling ampuh untuk meningkatkan HIV/AIDS, yang ujung-ujungnya menghabisi orang Papua. Karena selama tahun 2005 saja telah tercatat 108 orang meninggal dunia dari 1000 kasus AIDS yang telah terjadi di tanah Papua. Sementara itu, ada juga data kumulatif dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua yang dirilis Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Propinsi Papua bahwa telah terjadi peningkatan kelajuan yang luar biasa terhitung sejak Minggu, 29 Januari 2005 sampai dengan 31 Desember 2005 yaitu telah mencapai 2.163 kasus HIV/AIDS dan memasuki tahun 2007 ini meningkat menjadi 3.540 kasus. Padahal tahun sebelumnya (2004) baru mencapai 1.749 kasus HIV/AIDS. Dan pada 2000 baru 427 kasus setelah ditemukan pertama kali di wilayah Kabupaten Merauke pada 1992 hanya 6 kasus HIV. Dengan demikian data ini semakin menunjukkan bahwa di Papua telah terjadi peningkatan dramatis dari laporan kasus HIV/AIDS di Indonesia secara keseluruhan. Padahal kenyataannya bahwa penduduk Papua hanya kurang dari 1% penduduk Indonesia. Hal yang perlu digarisbawahi adalah pasti ada banyak kasus AIDS yang belum terdata dan umumnya penderita yang terinfeksi virus HIV lebih tinggi dibandingkan jumlah kasus AIDS yang diketahui[6]. Beberapa institusi pemerintah dan LSM saat ini sedang mencurahkan perhatian dalam mengatasi HIV/AIDS di Tanah Papua. Dalam siaran berita di salah satu TV swasta pada hari kamis malam pukul 21 Wib, memberitakan bahwa dari 1,3 juta rakyat Papua sebagian besarnya telah terinveksi HIV/AIDS. Karena itu menurut berita tersebut, Pemerintah Pusat rencananya akan mengalokasikan dana dari 50 M menjadi 100 Miliart. [7] Pertanyaannya ialah, mengapa semakin besar dana yang dialokasikan untuk penanganan HIV/AIDS, penyakit yang mematikan tersebut dari waktu ke waktu terus meningkat drastis ?



Modus penyebaran HIV/AIDS terjadi dengan pertama-tama melalui hubungan seks. Selain itu pertukaran Gaharu dengan Seks komersial merupakan salah satu bentuk yang terjadi di tanah Papua. Hal ini menyata di Distrik Assue, Kabupaten Mapi–Papua Selatan, yang terkena imbas ekplorasia kayu gaharu, minuman keras, perjudian, kehadiaran Pekerja Seks Komersial (PSK), praktek protitusi dengan wanita yang kena HIV/AIDS lintas kecamatan yang jelas-jelas semuanya ini dilindungi oleh pihak oknum TNI dan POLRI.[8]







E. PENINGKATAN WARGA MIGRAN DI TANAH PAPUA



Secara hukum transmigrasi untuk Papua telah dihentikan pada tahun 1998 namun secara defakto banyak warga yang datang dan duduki di tanah yang penuh kaya raya tersebut. Mereka datang ke Papua menggunakan Kapal Laut. Pelayanan Kapal Penumpang pun meningkat tajam yakni seminggu 2-4 kali dari pulau Barat Indonesia (Tangjung priok) menuju Papua (Jayapura). Dilihat dari penumpang yang keluar dari Papua tidak banyak jika dibandingkan dengan penumpang yang masuk di Papua.



Umumnya mereka yang datang tidak memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) walaupun mereka WNI (Warga Negara Indonesia). Mereka yang datang ini mayoritas dari kelompok pengangguran. Setelah tiba di tempat tujuan mereka tinggal dikenalan/keluarga. Selanjutnya melakukan wira usaha atau mencari pekerjaan. Beberapa lama kemudian mengundang keluarganya yang ada di tempat asalnya. Proses ini terus berkelanjutan. Pengamatan kami, dari antara yang datang juga terdapat perempuan yang akan dipekerjakan di tempat-tempat umum seperti Bar/diskotik, di tempat pijat-pijat tradisional ala luar Papua dan jadi pekerja seks komersial. Dari antara mereka ada pula yang disembunyikan (simpan) di rumah makan, kasus beberapa rumah makan di Kab. Jayawijaya. [9]



Dengan demikian penambahan penduduk tidak formal terus meningkat di tanah Papua sementara rakyat asli Papua semakin minoritas di atas tanahnya sendiri. Jumlah populasi penduduk Papua secara menyeluruh 2,5 juta jiwa yang terdiri dari 1,3 orang asli Papua dan 1,2 juta bukan asli Papua. [10]

Berikut data penelitian yang dilakukan Dr. Jim Elmslie dengan tabel di bawah ini.[11]



Tahun


Jumlah Penduduk


Total Penduduk


% Comparison


Annual Growht Rate




Papua


Non Papua





Papua


Non Papua


Papua


Non Papua

1971


887.000


36,000.


923,000.00


96%


4%







1990


1,215,897


414,210.


1,630,107


75%


25%







2005


1,558,795


1,087,694


2,646,489


59%


41%


1,67%


10,5%

2011


1,700,000.


1,980,000


3,680,000


47%


55%







2020


1,956,400.


4,743,600


6,700,000


29,2%


70,8%







2030


2.371.200


13.228.800


15.600.000


15,2%


84,80%







E. MENINGKATNYA KERACUNAN



a. Kab, Jayapura

Pada bulan Yuli - September beredar isu melalui send message service (sms) bahwa di Papua sedang terjadi perang biomiliterisme yaitu tebarkan virus /bakteri di sumur melalui makanan dan minuman yang dijual di kios-kios orang pendatang telah disuntik racun untuk mematikan orang Papua.



Pesen tersebut di atas bukan basa-basi melainkan semakin menyata. Pada hari Kamis 18 July, 300 lebih masyarakat adat dari Kampung Tablasupa, Yaru, Sebron Kab. Jayapura, keracunan makanan yang disiapkan oleh petugas. Pada pertengahan Juli seorang Mahasiswa pulang makan makanan di rumah makan pulang pusing dan muntah-muntah. Hari sabtu 6 Augustus 2007 5 orang di larikan dalam keadaan kritis di rumah sakit setelah makan di rumah makan jalan Biak Lingkaran Abepura Jayapura.



b. Kab. Serui

Pada tanggal 3 Juli 2007 Di Kabutaten Serui banyak yang dilarikan ke rumah sakit. Banyak pasien berhamburan di RSUD Serui karena diare dan muntah-muntah sehingga lainnya dilarikan ke RSUD Biak. Keracunan makanan dan minuman juga terjadi di Kabupaten Nabire dan dibeberapa kabupaten di tanah Papua.



Demikian pula dengan minuman Beralkohol. Tidak sedikit orang Papua yang meninggal melalui minuman. Data yang dikeluarkan oleh Ruken Keluarga Jayawijaya di Jayapura menyatakan bahwa dari Januari sampai dengan Yuli 2007 jumlah orang Pegunungan Tengah Papua yang meninggal karena minum-minuman keras (alkohol) sebanyak 71 orang sedangkan data harian kompas menyetkan 170 orang. Bila orang Gunung di Jayapura saja dalam jumlah seperti itu bisa dibayangkan orang gunung atau Papua secara menyeluruh di tanah Papua yang meninggal karena minuman beralkohol. Melihat kenyataan ini maka persekutuan para pendeta di Jayapura dan kelompok mahasiswa dan masyarakat mendesak untuk mencabut perda tentang Miras namun hingga saat ini tidak ditanggapi serius. Hal ini mungkin dapat dibayangkan karena sebagian besar pemasok minuman dibecup oleh Militer/penguasa.

Waktu yang bersamaan terjadi peningkatan kematian orang Papua hampir semua jenis kelamin baik perempuan, laki-laki dan anak-anak. Orang meninggal karena isu minuman keras lebih dominan ketimbang masalah penculikan, penganiayaan, intimidasi, teror dan pembunuhan secara langsung dan tidak langsung.



Tapi fenomena yang sangat menarik adalah setiap hari orang Papua meninggal baik anak usia muda dan tua sehingga menjadi pertanian kenapa orang yang tidak bisa terlibat dalam miras bisa mati? Khusus di Wamena korban meninggal akibat mengkonsumsi makanan dan minuman yang didagangkan oleh penduduk migran. Kabupaten Wamena .



c. Kab. Jayawijaya

Di Kabupeten Jayawijaya dari bulan Augustus sampai dengan September 2007 tercatat 20 orang ditambah dengan korban kasus pembakaran di Pasar Kaget Sinakma Wamena 4 orang yakni Elimas Gwijangge (36 thn), Yan Lokmbere ( 47 tahun), Ibu Yakius Ndoronggi,



Awal terjadi kondisi misterius ini dimana Tanggal 18 September 2007 seorang anak kecil minum es di Pasar Sinakma (3 km dari pusat kota) terjadi pusing-pusing lalu di larikan ke rumah sakit. Mulai diri situ korban beryatuhan di beberapa titik, Pasar Sinakma, Wouma dan Jibama.



Prolog:

Tanggal 18 September 2007

1. Anak Kecil Usia 9 Tahun keracunan minum es di pasar sinakma. Anak tersebut dilarikan ke rumah sakit tapi tidak tertolong. Kemudian di kasih minum susu lalu muntahkan racun sehingga kondisi pulih kembali.
2. Di salah satu warung di jalan irian, ada 4 orang laki-laki makan di tempat tersebut kemudian mereka keluar dari rumah makan menuju ke rumah, sesampai dirumah ke 4 orang ini meninggal.



Tanggal 19 September 2007

1. Seorang siswi SMU PGRI meninggal dunia, akibat keracunan kue. Ini di sebabkan Siswi tersebut tidak sarapan pagi, sampai di sekolah siswi tersebut merasa lapar sehingga langsung datang ke tempat jual, kemudian dia membeli kue lalu makan. Sampai di sekolah siswi tersebut sakit kepala dan pusing sampai di rumah menghembuskan nafas terakhir.
2. Di Mulima kecamatan Kurulu ada 8 orang keracunan rokok, supermi dan kue. Nama-nama keracunan rokok dan supermi ( Aleks Sorabut 39 Tahun, Albert Sorabut 34 Tahun, Izak Pabika, Milok Kossay 50 Tahun, Kostan Himan 34 Tahun, Juni Himan 29 Tahun, Oktovina Alua 51 Tahun)



Racun Kue (Herlina Sorabut 16 Tahun). Ke 8 orang yang kena keracunan tersebut, mereka ada acara pesta di kampung rumahnya pa Aleks Sorabut, beliau turun ke kota belanja bahan-bahan konsumsi (minyak, garam, vetsin, beras dan bumbu-bumbu lainnya) termasuk kue dan rokok. Sampai di kampung kuenya di berikan kepada anak Herlina Sorabut dan rokok di isap oleh ke 7 orang. Tidak lama kemudian ada gejala-gejala sakit kepala dan rasa pusing. Ketika ada gejala tersebut di larikan kerumah sakit (UGD) namun mereka di berikan obat antaligin namun tidak membuahkan pertolongan, sehingga kami kembali pulang ke rumah lalu minum susu gental. dari susu tersebut mereka muntah lalu pulih kembali.

1. Ada 2 anak kecil usia Mandite Kogoya 7 tahun dan Yulia wea 5 tahun makan kacang di Karijaya Wamena, meninggal dunia.
2. Anak kecil di Pasar Misi umur 6 tahun keracunan makan biskuit sehingga meninggal dunia.



Tanggal 20 September 2007

1. Jam 02.00 pagi di temukannya mayat misterius di samping UGD Wamena dengan namanya Petrus Huby, A.mpti. Kesakitannya berawal dari kue, dimana almarhum lapar kemudian beli kue di pasar Yibama. Setelah itu beliau rasa keram-keram ditangan dan sakit di Jantung. Kemudian beliau sendiri datang ke UGD, namun tiba-tiba sampai di garasi beliau menghembuskan nafas terakhir.
2. Jam 07.00 pagi di Pasar Sinakma 5 orang keracunan karena minum nescafe, namun tertolong di muntahkan racunnya.
3. Jam 14.00. Di pasar sinakma ibu Ros Elokpere (28 th) sebuah kios ibu beli rokok surya satu bungkus, rokok tersebut buka depan kios tersebut. Beberapa jam kemudian ibu tersebut pinsang depan kios lalu di larikan ke UGD. Kondisi ini masyarakat memancing emosi, sehingga terjadi perkelahian antara warga dengan pedagang. Sehingga mengundang masa membuat situasi tegang, kemudian langsaung datang di TKP Direskrim Polda Papua Paulus Waterpau. Sampai di TKP memberikan arahan sehingga situasi dapat di tanggulangi.
4. Okama Hisage 33 tahun makan kue, setelah makan kue pusing langsung meninggal. Mayatnya di semayamkan di Minimo Distrik Asolokobal.



Tanggal 21 September 2007

1. Leo Entama 41 Tahun Sekretaris Desa Wosiala Distrik Kurulu keracunan rokok surya. Rokoknya beli di Tokoh Himalaya 2 jln. Irian. Tetapi beliau tertolong karena minum susu kental untuk memutahkan racun.
2. Herman Kossay 35 tahun keracunan rokok surya. Rokoknya beli di sebuah kios di sinakma. Tetapi beliau tertolong karena minum susu kental untuk memutahkan racun.



Tanggapan Muspida Wamena dan Aparat Kepolisian

Atas peristiwa tersebut Pemerintah Provinis maupun pusat-diam-diam saja. Sementara Pemerintah daerah menangkapi dengan dingin yaitu korban yang sedang beryatuhan akibat produk yang kadar luarsa. Pernyataan ini dikeluarkan oleh SEKDA Kabupaten Jayawijaya. Pernyaan senada juga disampaikan oleh Direskrim Polda Papua, Kombes Paulus Waterpau.



Amatlah tentu pernyatan kedua pejabat tersebut bertentangan dengan apa yang sedang terjadi di tanah Papua. Karena gejala masyarakat meninggal atau sakit karena racun bukan di satu kota. Ada indikasi kuat Aparat keamana dan Pemerintah Daerah sedang bekerja keras untuk mengalihkan opini terhadap hal misterius ini ke produk kadar luarsa.



d. Kab. Boven Digoel

korban keracunan terjadi juga di Kabupaten Boven Digoel. Korban keracunan meninggal dunia. Masyarakat setempat mengamuk sehingga mereka datang membakar rumah makan tempat dimana almarhum mengkonsumsi makanan.



Korban keracunan hampir merata di seluruh tanah Papua.

BAGIAN II.

PENGIBARAN BENDERA BINTANG KEJORA DAN PELANGGARAN HAM DI PAPUA 2007-2008

Sepanjang tahun 2007-2008 ini, aksi pengibaran dan pembentangan Bendera Bitang Kejora jauh meningkat tajam. Aksi pengibaran Bendera Bintang Kejor terjadi hamper di seluruh tanah Papua, antara lain. Jayapura, Manokwari, Fak-Fak,Timika, Wamena dan Nabire. Semua dilakukan secara spontanitas oleh rakyat Papua sebagai tanda protes atas tindakan pembungkaman demokrasi, kekejaman militer yang terus meningkat. Selain itu dikeluarkannya PP No. 77 tahun 2007 tentang pelarangan symbol-simbol budaya merupakan salah satu penyebabnya.

A. PERISTIWA TAHUN 2007

Februari 2007, 18 orang Papua dalam tahanan karena masalah Bendera Bintang Kejora.

Timika 1 Desember 2007

Pengibaran Bendera Bintang Kejora dilakukan di Jalan Baru Kab. Timika. Dari peristiwa ini 6 orang di proses hukum. Pada saat dipengadilan 1 orang di vonis bebas dan 5 dijatuhkan hukuman masing-masing; 4 orang 5 tahun dan 1 orang 3 tahun.

Penasehat hukum untuk ke 5 orang ini telah mengajukan kasasi ke Makahma Agung.

Berikut nama-nama mereka:

No.


Nama-Nama


Putusan Hakim


Keterangan

01.


Jakobus Pigay,


Bebas


Bebas Vonis Hakim

02.


Melki.Katanggamen Magai


5 tahun


Kasasi MA

03.


Polce Aim Magai


3 tahun


Kasasi MA

04.


Suniem Ogol Magai


5 tahun


Kasasi MA

05.


Yuli Gwijangge


5 tahun


Kasasi MA

06.


Puniel Nirigi


5 tahun


Kasasi MA

C. PERISTIWA TAHUN 2008

Kronologis Aksi dan Peristiwa sepanjang tahun 2008

1. Jayapura

1. 11 Maret : Front Nasional Mahasiswa Pemuda Papua (FNMPP) melakukan Protes terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No. 77 tentang pelarangan symbol-simbol cultural.
2. Dalam aksi membawakan beberapa spanduk yang bergambarkan bendera. Polisi menangkap dan menahan 4 orang, Sakarias Oropa (26), Elias Weah (27), Abu Muri (28), Ros Tapnesa (25)
3. Setelah di tahan beberapa bulan kemudian di pengadilan memutuskan, sidang dirunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

2. Manokwari

Pada 11Tanggal 13 Maret 2008 di Manokwari masa melakukan aksi. Aksi yang ini dipelopori BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Universitas Negeri Papua bersama sejumlah perguruan tinggi swasta serta organisasi ekstra kampus. Dalam aksi masa pertunjukakkan Bendera Bintang Kejora sehingga aparat kepolisian pun menangkap 12 orang.

No.


Nama-nama


Keterangan

01


George Risyad Ayorbaba


Semuanya dalam Proses Hukum

02.


Amd.T (25 years)




03.


Marthinus Luther Koromath (20 years)




04.


Noak Ap (30 years)




05.


Daniel Sakwatorey




06.


Ariel Wergimon




07.


Edy Ayorbaba




08.


Markus Solik Umpes




09.


Leonardus Decky Bame




10.


Jack Wanggai




11.


Frans Kareth




12.


Elimelek Obeth Kaiway




3. Fak-fak

Pada tanggal 17 Juli 2008, pada pukul 04.37 WIT, terjadi pengibaran bendera bintang kejora di Fak-Fak. Aparat kepolisianpun segera bergerak ke lokasi pengibaran dan telah menangkap kurang lebih 46 orang. Setelah ditangkap aparat kepolisian menyuruh membuka baju kemudian dipisahkan antara laki-laki dan perempuan.

1. Simon Tuturop 6. Tehes Piahar
2. Tadeus Weripang 7. Simon Hindom
3. Victor Tuturop 8. Daniel Nimbitkendik
4. Tomas Nimbitkendik 9. Wolter Warpopo
5. Benikditus Tuturop

4. Jayapura

Pada, 1 July Dekat Kampus UNCEN, Kelurahan Jabansai terjadi pengibaran Bendera. Pelakunya tidak jelas. namun Candri wartawan ELEKTRONIK TRANS TV yang mengeksposkan beritan dipanggil oleh aparat polresta. Ia dipanggil sebagai saksi kemudian diperiksa. Sebagai tanda protes atas pemanggilan Wartawan TransTV maka waratwan lain melakukan akasi protes.

5. Wamena

Pada 9 Agustus 2008, Dewn Adat Papua (DAP) mengadakan perayaan hari Pribumi Masyarakat internasional. Aparat keamanan melakukan penembakan dan pembunuhan secara kilat terhadap Opinus Tabuni. Selanjutnya Polda Papua memanggil pimpinan DAP, panitia perayaan dan sejumlah pendeta serta masyarakat. Berikut nama-nama mereka:

No.


Nama-nama


Keterangan

01.


Forkorus Yabuisembut


Ketua DAP

02..


Fadhal Alhamid


Ketua II DAP

03.


Lemok Mabel


Ketua Dewan Adat Wiayah Lapago Balim

04.


Yulianus Hisage


Ketua Panitia Perayaan

05.


Dominikus Sorabut


Sekretaris Panitia

06.


Adolf Hisage


Tokoh Masyarakat

07.


Helena Matuan


Tokoh Perempuan Balim/dipanggil namun belum diperiksa

08.


Sudirman Pagawak


Mantan Tapol/dipanggil namun belum diperiksa

09.


Ptd. Obet Komba


Mantan Tapol/tokoh agama

10.


Pdt. Esmon Walilo


Yang memimpin Ibadah pada saat kegiatan/tokoh Agama

11.


Pdt. Simon Awom


Tokoh Agama

12.


Herman Gombo


Dipangil namun belum diperiksa

Selain ke-12 orang di atas Polda Papua juga memanggil dan memeriksa 4 anggota Polisi orang Asli Papua yang ikut dalam hadir dalam perayaan tersebut sebagai masyarakat Pribumi.

1. Daud Matuan
2. Sem Itlay
3. Nico Hisage
4. Piter Gani

6. Timika

1. Pada September 17, 2008, terjadi pengibaran Bendera di Kwamki Lama. Dari peristiwa ini belum ada yang tahan.
2. Pada 23 September 2008, pada pukul 02.30 WIT, terjadi pengibaran Bendera Bintang Kejora. Aparat menangkap 16 orang dan 2 orang di tahan yakni;
1. Matius Magay (52),
2. Paulus Kiwing (53).

7. Nabire

Pada hari Rabu 2008, masyarakat Papua mengibarkan Bendera Bintang Kejora di empat titik yakni; di kantor bupati, kantor DPRD, di depan Kodim dan Belakang Polres Nabire. Dalam peristiwa ini, Polisi menangkap dan menahan 1 orang petugas SATPAM (satuan pengamanan sipil) sedangkan pelakunya tidak diketahui.

BAGIAN III

PELARANGAN KEBEBASAN RAKYAT PAPUA

Pemerintah Indonesia melalui TNI dan POLRI pada 2 tahun belakangan ini terus membelenggu kebebasan rakyat. Mereka mengisoloasikan manusia Papua dari berbagai sisi.

A. KEBEBASAN BERKUMPUL DAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT

Kebebasan berkumpul, berserikat dan meyampaikan pendapat di jamin dalam Undang-undang Dasar 1945 dan UU No. 8 tahun 1999. Namun kondisi riil yang terjadi di Papua antara lain:

1. Pada tanggal 5 Mei 2007 Mahasiswa di Yogyakarta membentangkan spanduk bergambar bendera bintang kejora. Polisi membubarkan secara paksa. Mereka belum ada yang ditangkap. Demikian juga dalam tahun ini karena belum ada aksi sperti tahun sebelumnya.
2. Pada 12 Oktober 2008, Polda Papua menolak surat pemberitahuan yang disampaikan oleh Dewan Adat Papua.
3. Pada 16 Oktober 2008, Gabungan aparat keamanan TNI dan POLRI membubarkan masa yang sedang melakukan aksi di Jayapura.
4. Sesuai dengan pengalaman kami, tahun 2007-2008, ada upaya oleh Pemerintah RI untuk mendaftar semua organisasi yang ada di Papua di Dirjen Kesatuan Bangsa (Kesbang). Jika tidak terdaftar Kepolisian di Papua mempersulit keluarkan surat Ijin atau terbitkan surat tanda terima untuk melakukan aksi.
5. Sesuai undang-undang No. 8 thn 1999 mengatakan bahwa sebelum aksi maka yang mau melakukan aksi memasukan surat sebelum 3X24 jam. Kemudian kepolisian wajib mengeluarkan/menerbitkan surat tanda terima pemberitahuan. Namun kenyataan yang terjadi, seringkali aparat kepolisian mengartikannya sebagai surat ijin aksi sehingga tidak mengeluarkan surat ijin. Dengan dasar ini beberapa aksi secara paksa dibubarkan oleh Aparat kepolisian.
6. Dalam aksi-aksi, dikerahkan aparat kepolisian dari Brimob Dentasemen Anti Teror dengan senjata lengkap, dari Dalmas dengan tongkat dan senjata secara besar-besarnya. Selain senjata sering dikerahkan truk dan tank-tank. Sementara aparat TNI diagakan di kesatuan masing-masing.
7. Demikian juga dengan kegiatan seminar, diskusi polisi sering mengeluarkan surat pelarangan. Selain itu, intelijen dari berbagai kesatuan selalu menteroror dan menjaga jalannnya kegiatan.

B. INTIMIDASI PARA AKTIVIS

1. Teror dan ancaman terhadap Ketua Komnas HAM daerah Papua, Albert Rumbekwan pasca kedatangan Pelapor Khusus PBB, Ibu Hina Jilani.
2. Pasca tewasnya Yesaya Pahabol oleh anggota TNI Batolyon 751 Sentani, pada 26 April 2008, pukul 03-05 subu anggota TNI dengan Senjata Lengkap datang di depan Sekretariat Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Se-Indonesia. Tempat dimana markus haluk tinggal
3. Jack Kasimat, aktivis HAM diintimidasi oleh Aparat TNI di Borowai, pada tahun 2007.
4. 2007-2008, ancaman terhadap Pastor John Jonga Pr, oleh Anggota TNI yang menjaga di areal perbatasan RI-PNG.
5. Ancaman terhadap Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) pasca keputusan penolakan MRP terhadap PP No. 77 tahun 2008.
6. Diatas hanya beberapa contoh kasus. Namun yang terjadi ialah hamper semua orang Papua yang dicurigai oleh penguasa selalu, di terror, intimidasi dan dijaga di rumah makan, bandara, kantor, jalan masuk keluar rumah.

E. PELARANGAN BUKU-BUKU

Dalam ingatan saya ada beberapa buku yang dilarang oleh Pemerintah Indonesia melalui Kejaksaaan Agung:

1. Pada tahun 2003, pemerintah Indonesia melarang peredaran buku Dr. Benny Giay, tentang “ Peristiwa Penculikan dan Pembunuhan Theys Hiyo Eluay.” Kemudian penulisnya diancam, diteror oleh militer Indonesia. Papan Nama Sekolah STT Walter Post dibongkar oleh Militer.
2. Pada bulan November 2007, Pemerintah Indonesia melarang bukunya; Sendius Wonda tentang “Tenggelamnya Rumpun Melanesia di Papua Barat.” Aparat kejaksaan menyita semua stok buku dari took-toko buku. Seain itu meyurati penerbit untuk tidak diterbitkan lagi.
3. Pada July 0008, pelarangan Bukunya Pdt. Soctarez Sofyan Yoman, judul “ Pemusnahan Etnis Melanesia di Papua Barat.”

D. PELARANGAN IJIN MASUK ANGGOTA SENATOR/KONGRES DAN MEDIA ASING

Pada tanggal 5 Mei 2007, kunjungan Kongresman Eni Faleomavaega dan Donal Payne tidak diijinkan masuk mengunjungi tanah Papua sekalipun dapat masuk pada November 2007. Larangan yang sama juga diberlakukan bagi wartawan media masa dan warga Negara asing yang dicurigai oleh Pemerintah Indoensia.

J. PEMUKULAN DAN PEMBUNUHAN OLEH TNI YONIF 751 SENTANI

Pada tanggal17 April 2008, dilangsungkan pertadingan sepak bola di lapangan sepak bola TNI Yonif 751 Sentani anatar Lolosi Putra (dari Ka. Jahukimo) dan Poster Putra (Kab. Jayapura). Pertandingan berjalan baik namun karena keberpihakan wasit pada kesebelasan Poster Putra maka PS. Lolosi Putra lakukan protes terhadap wasit. Protes pemain iterhadap wasit, mengundang kemarahan pada anggota TNI yang sedang menonton pertandingan. Mereka masuk melakukan tindakan pembelaan terhadap wasit dan memumul, menendang smpai salah satu pemain meninggal di tempat kejadian. Proses hukum terhadap pelaku penembakan tidak dilakukan.

Berikut ini data korban kebiadaban aparat TNI Ynif 751.

No


Nama-Nama Korban


Status Pendidikan


Umur / Usia


Korban


Keterangan

Korban Jiwa / Meninggal Dunia di Tempat

01.


Nesaya N. Pahabol


Mahasiswa STAKPN


21 Tahun


Meninggal Dunia di tempat


Di pukul dan di injak-injak dengan menggunakan sepatu Laras Tentara

Korban Yang Kritis

02.


Kostan Amohoso


Pelajar SMU YPPGI


19 Tahun


Kritis / Rawat di rumah


Di pukul di tendang di tulang belakang dan di injak-injak dengan sepatu Laras Tentara

03.


Sael Amohoso


Mahasiswa STAKPN


24 Tahun


Kritis / Rawat di rumah


Di pukul di tendang di dada dan tulang belakang kemudian di injak-injak dengan sepatu Laras Tentara

04.


Darius Bahabol


Mahasiswa STIKOM


25 Tahun


Kritis / Rawat di rumah


Di pukul di muka dan Dada kemudian di injak dengan sepatu Laras Tentara

05.


Niet Kobak


Mahasiswa STIHA Umel Mandiri


22 Tahun


Kritis / Rawat di rumah


Di pukul di muka dan Dada kemudian di injak dengan sepatu Laras Tentara

Korban Pemukulan

06.


Nepentius Bahabol


Mahasiswa UNIYAP


23 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di Tampar pada bagian wajah / muka dan di tendang dengan sepatu Laras

07.


Erimet Bahabol


Mahasiswa STIE Port Numbay


23 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di pukul di Dada dan di tendang dengan sepatu Laras

08.


Matias Bahabol


Mahasiswa STIE Port Numbay


23 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di pukul di Testa hingga pecah di tendang di perut

09.


Motaruk Kobak


Mahasiswa UNCEN


23 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di pukul di Testa hingga pecah di tendang di perut

10.


Assat Kobak


Mahasiswa UNIYAP


23 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di Tampar pada bagian wajah / muka dan di tendang dengan sepatu Laras

11.


Amsal Kobak


Pelajar SMK Negeri 3 Jpr


16 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di pukul hingga Gigi patah dan di injak kemudian di tendang dengan sepatu laras di Leher

12.


Roy Kobak


Mahasiswa STIE Port Numbay


16 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di tendang dengan sepatu laras di tulang belakang

13.


Eko Kobak


Mahasiswa STIHA Umel Mandiri


20 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di Pukul kepala dan di tendang dengan sepatu laras

14.


Marap Bahabol


Mahasiswa USTJ


23 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di tampar di pipi kanan hingga bengkak

15.


Soleman Yahuli


Mahasiswa STISIPOL


23 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di pukul di bibir hingga pecah mengeluarkan Darah

16.


Agus Bahabol


Pelajar SMU Yapis Jpr


16 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di pukul di muka dan di tendang dipaha dengan sepatu laras

17.


Natal Bahabol


Mahasiswa STIE Port Numbay


20 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di tampar di bagian pipi

18.


Sou Kobak


Mahasiswa STIE Port Numbay


22 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di tampar dan di tendang di bagian paha dengan sepatu laras

19.


Nicko Bahabol


Mahasiswa UNCEN


23 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di tampar di bagian wajah

20.


Eminus Bahabol


Pelajar SMK Negeri 3 Jpr


17 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di pukul di tulang belakang

21.


Arinus Bahabol


Mahasiswa STIHA Umel Mandiri


23 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di Pukul kepala dan di tendang dengan sepatu laras

22.


Yanni Siep


Pelajar SMU Yapis Jpr


18 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di tendang dipaha dan di injak dengan sepatu Laras

23.


Sentinus Kobak


Mahasiswa STIHA Umel Mandiri


26 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di tendang di bagian perut dan tulang belakang pakai sepatu Laras

24.


Budy Bahabol


Mahasiswa STIE Port Numbay


22 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di pukul di muka dan di tendang dipaha dengan sepatu laras

25.


Ette Bahabol


Masyarakat Sipil


18 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di tendang di paha

26.


Marinus Kobak


Masyarakat Sipil


16 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di tampar di wajah dan di tendang dengan sepatu laras

27.


Tansup Bahabol


Masyarakat Sipil


23 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di tampar di wajah dan di tendang dengan sepatu laras

28.


Gefa Bahabol


Masyarakat Sipil


30 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di tedang di punggung belakang dengan sepatu Kets

29.


Hiron Bahabol


Masyarakat Sipil


30 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di tedang di punggung belakang dengan sepatu laras

30.


Wenny Bahabol


Mahasiswa STIPERT


21 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di tendang di perut dan di tampar di belakang

31.


Ateng Bahabol


Mahasiswa STA


22 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di tendang di perut

32.


Peud Yahuli


Mahasiswa STAKPN


23 Tahun


Korban Ringan rawat di rumah


Di tampar di wajah, ditendang paha, dan di pukul hidung darah keluar

K. PENYAKIT KOLERA DAN KEMATIAN DI DOGIYAI PANIAI

Di Kab. Dogiay Paniai, rakyat meninggal dunia sekitar 300-an jiwa. Mereka meninggal karena penyakit kolera. Sesuai laporan yang kami terima, jumlah korban meninggal terus bertambah. Penyakit ini setelah menelan korban di daerah lembah Kamu, sekarang menyebar ke daerah sekitarnya. Pemerintah belum merespon dengan secepatnya ke lokasi kejadian untuk menolong warga.

L. PEMUKULAN DAN KERACUNAN DI LP. ABEPURA JAYAPURA

1. Pada 22 September 2008, petugas Lembaga Pemasyarakatan memukul tahanan Ferdinan Pakage. Dia dipukul pada bagian pipi dan mata kirinya membengkak dan berdarah sehingga dilarikan ke rumah sakit Umum Abepura Jayapura.
2. Tanggal 4 Oktober 2008, pukul 24.00 WIT, Tahanan Politik Philip Karma di racuni di LP Abepura sehingga dilarikan ke Rumah Sakit Abepura Jayapura dan pada hai berikutnya dibawa kembali ke LP.

BAGIAN IV.

PELUNCURAN IPWP DAN PEMBUNGKAMAN KEMRDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT

Pembahasan pada bagian ini saya memcoba menyampaikan kondisi riil yang terjadi di tanah Papua dan luar Papua dan reaksi kelompok pro-NKRI serta aparat Militer Indonesia dalam menyambut peluncuran IPWP di London Inggris pada 15 October. Untuk rakyat Papua melihat kegiatan IPWP di London merupakan harapan baru untuk mengakhiri duka nestapa mereka. Sehingga kegiatan ini begitu menggema hampir seantero Papua dan luar Papua. Menjelang kegiatan dan hari pelaksanaan rakyat Papua menyambutnya dengan aksi dan doa.



Jika dipihak rakyat Papua menyambutnya dengan doa dan aksi damai maka reaksi di pihak pemerintah Indonesia melalui aparat keamanan menanggapinya dengan menggelar berbagai operasi. Hal ini menyata dengan aksi tanggal 16 dan 20 yang dilakukan oleh rakyat Papua di Jayapura dengan tindakan represif aparat keamanan membubarkannya. Dampaknya banyak anak bangsa menjadi korban penganiayaan.



Disisi lain, aparat Militer Indonesia juga memfasilitasi kelompok sipil Pro NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) untuk melakukan kegiatan dalam menolak peluncuran IPWP di Inggris. Dengan demikian di Papua terbagi dalam dua kelompok masing-masing yang mendukung dan menolak IPWP.



Beberapa aksi yang dilakukan oleh kedua kelompok ini, saya secara ringkas mencatatnya dalam tulisan ini. Selamat menyimaknya. Saran dan masukan Anda kami menunggu.



A. Aksi Mahasiswa dan Rakyat Papua Mendukung IPWP dan Pembatasan HAK

1. Jawa dan Bali

Aksi Mahasiswa Jawa dan Bali dalam mendukung pelucuran kegiatan IPWP di London, dengan menggadakan demo damai pada tanggal 15 dan 17 Octobert 2008. Titik aksi dipusatkan di Bundaran HI, Kantor perwakilan PBB, Istana Negara dan berakhir di kantor Kedutaan Besar Inggris. Jumlah masa aksi diperkirakan 100-an lebih.



2. Sulawesi

Di Sulawesi, aksi mendukung IPWP dilakukan di Manado dan Makasar. Mereka melakukan aksi secara serentak pada tanggal 16 October. Berikut laporan yang masuk pada kami.



a). Manado

Demo damai di Manado dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2008. Mahasiswa Papua se Sulawesi Utara berkumpul bersama melakukan aksi massa. Sekitar jam 10 WITA massa star longmarch dari Kampus Unsrat keluar Bolivar, Haipermar dan berakhir di Mega Mall. Hampir seluruh kota Manado arus lalulintas kendaraan lumpuh. Massa diperkirakan 350-an orang.



Aksi Demo baru berakhir pada pukul 14.00 WITA.



b). Makasar

Aksi penyambutan IPWP di Makasar berlangsung pada tanggal 16 October 2008. Mahasiswa Papua yang ada diseluruh Sulawesi Selatan mengadakan doa bersama di Aula Asrama Kamasan. Doa berlangsung hikmat dengan nyanyian lagu-lagu daerah Papua.



3. Tanah Papua



Situasi di tanah di tanah Papua menjelang peluncuran IPWP amat menegangkan. Berbagai isu beredar, baik yang bersifat provokatif dan tidak provokatif. Sebagian besar isu yang beredar dimasyarakat ialah kegiatan di Inggris merupakan deklarasi Papua Merdeka sedangkan sebagian menanggapi secara wajar dan biasa. Menanggapi isu yang beredar tersebut, aparat keamanan dari TNI maupun POLRI disiagakan. Dalam satu minggu terakhir di Jayapura, baik siang maupun malam aparat kemanan melakukan sweeping.



Sambil melakukan sweeping, berbagai opini di Media cetak dan juga mungkin eloktronik lokal pimpinan Militer menyampaikan sejumlah pesan-pesan yang semuanya terkesan menekan masyarakat Papua.



Selain itu, secara tiba-tiba kelompok Merah Putih di bawa pimpinan Ramses Ohee melakukan kegiatan deklarasi dan membubuhkan tandatangan yang menyatakan bahwa PEPERA (Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat) adalah Sah. Mereka juga menolak kegiatan IPWP di Inggris.



Kelompok Merah-Putih ini, menurut pengamatan kami baru pertama kali muncul di tanah Papua. Memang sebelumnya ada namun tidak dengan nama itu. Situasi yang terjadi pada akhir-akhir ini bila diingat baik, tidak jauh bedah dengan pada tahun 1998-1999 di Timor-Tmur.



Berikut ini saya sampaikan sejumlah aksi yang dilakukan di beberapa kabuten di Tanah Papua.



a). Kota Jayapura

1). Aksi tanggal 16 October 2008

Sesuai himbauan melalui selebaran dan surat pemberitahuan ke pihak Kepolisian Daerah Papua, Demo akan dimulai dari jam 09 Pagi waktu Papua pada tanggal 16 Octobert 2008.

Namun Aparat Keamanan Pemerintah Republik Indonesia (TNI/POLRI) dengan peralatan Perang Lengkap memblockcade di semua titik, di seluruh kota Jayapura, Abepura dan Sentani.

Aparat TNI/POLRI juga telah melakukan Sweeping gabungan dari pukul 04 dini hari sampai pukul 08 pagi, dan Aparat TNI/POLRI menahan dan mengusir semua demonstran yang hendak menuju ke tempat dimana telah tentukan untuk kumpul.

Pada pukul 10 Pagi waktu Jayapura, Aparat Keamanan Pemerintah Republik Indonesia telah melakukan pemblokiran di depan Kampus UNCEN. Ribuan Mahasiswa yang telah siap untuk mengadakan longmarch, telah ditahan, disusir dan disuruh pulang ke rumah oleh Aparat TNI/POLRI.

Terpaksa, para Demonstran lain bergabung ke Expo waena melalui jalan lorong atau sembunyi-sembunyi. Akhirnya masa bertahan. Tidak lama kemudian Aparat TNI/POLRI telah melakukan blockcade, sambil mengancam bahwa aparat akan membubarkan paksa. Tidak lama setelah aparat memblokir jalan, demonstran membentangkan spanduk yang ada tulisan PEPERA 1969 tidak sah dan Review kembali. Melihat bentangan spanduk, Danrem Jayapura memerintahkan kepada pasukannya bahwa segera rebut spanduk itu dari tangan demonstran sambil berteriak “PEPERA 1969 sudah final.”

Dalam menanggapi aksi masa, aparat keamanan yang turun mengamankan dan membubarkan aksi demo dari gabungan TNI (Angkatan Darat, Laut/Marinir dan Kepolisian; Delmas, Brimob dan Detasemen Anti Teror). Mereka turun dengan mengenakan seragam militer dan peralatan senjata lengkap termasuk dengan tank-tank yang siap ditembak. Terkesan aparat keamanan hendak bertempur di mendan perang sehingga membuat rakyat ketakutan. Hampir semua toko-kios milik warga imigran ditutup.

Aksi ini oleh aparat keamanan mengatakan illegal karena tidak ada surat pemberitahuan. Selain itu aparat keamanan juga menuduh aksi tersebut perbuatan makar, menghasut dan melawan petugas yang syah atau berwenang. Dengan dalil tersebut, Polda Papua mengeluarkan Surat Panggilan terhadap Buctar Tabuni No. POL. S.Pgl/842/X/2008/DIT RESKRIM, tertanggal 16 October 2008.

Surat panggilan yang sama dikeluarkan untuk ketua Dewan Adat Papua (DAP). Dan juga tidak menutup kemungkinan akan dipanggilnya orang lain.

2). Tanggal 20 October 2008

Aksi taggal 20 merupakan bagian integral dari aksi sebelumnya yaitu tanggal 16 October 2008, sebagaimana diuraikan di atas. Karena masa rakyat Papua Barat merasa dibatasi kebebasannya untuk meyampaikan pendapat, mereka menyepakati untuk turun pada tanggal 20 October. Sehubungan dengan aksi tanggal 20 maka pada tanggal 17 October 2008 Panitia Nasional IPWP memasukan surat pemberitahuan kepada Kepolisian Daerah Papua. Selanjudnya panitia bersama tokoh-tokoh rakyat Papua yang lain melakukan konsolidasi, pertemuan dan juga membagikan selebaran yang isinya ajakan aksi damai. Di sejumlah gereja di Jayapura juga setelah Ibadah sabda membacakan surat selebaran aksi di hadapan jemaat/umat.

Dari pantauan kami, ribuan masa membludak disejumlah titik aksi, di Sentani, Waena, Kampus UNCEN, Abepura, Entrop dan Jayapura kota. Massa menunggu koordinator aksi. Namun semua yang diharapkan sia-sia. Karena dalam waktu yang bersamaan aparat keamanan gabungan dari TNI (Angkatan Darat, Marinir dan Non organik dengan pakaian preman alias intel) dan Polisi (Delmas, Brimob dan Detasemen 88 Antiteror) dengan senjata lengkap turun membubarkan masa disetiap titik aksi. Mereka membubarkan secara paksa. Aparat keamanan pun melakukan sweeping dihampir semua jalan utama. Sebagian orang Papua yang kedapan dalam angkot dengan tujuan ke Jayapura dipukul tanpa bertanya. Keadaan Jayapura mencekam. Orang Papua hampir tidak bisa bergerak banyak.

Tepatnya pukul 12.30 WIT rombongan saudara Buctar Tabuni selaku kordinator aksi di tangkap secara paksa di Jayapura. Mereka yang ditangkap semuanya sekitar 17 orang.

No.


Nama


Umur


Jenis kelamin


Keterangan

01.


Buctar Tabuni


29 thn


Laki-laki


Koordinator aksi, dipukul dengan popor senjata, ditentang di ruang tahanan di Polres Jayapura. Sudah divisum dokter

02.


Victor F.Yeimo


29 thn


Laki-laki


Sekretaris aksi

03.


Herlius Nimiangge


23 thn


Laki-laki




04.


John Tekege


21 Thn


Laki-laki




05.


Erius Bahabol


24 thn


Laki-laki




06.


Esau Boma


23 thn


Laki-laki




07.


Octo Januarine


59 thn


Laki-laki




08.


Frans Huby


27 thn


Laki-laki




09.


Namene Elokpere


24 thn


Laki-laki




10.


Kristian Enakan Badii


24 thn


Laki-laki




11.


Simon Daby


22 thn


Laki-laki




12.


Ela Bidau Mote


22 thn


Perempuan


Dipukul dan ditendang dengan sepatu Lars oleh anggota Polisi. Sudah di visum

13.


Benyamin Gurik


21 thn


Laki-laki




14.


Isai Sato


35 thn


Laki-laki




15.


Nus Wetipo


31 thn


Laki-laki




16.


Rosita


31 thn


Perempuan


Ditendang oleh anggota Polisi

17.


Monowa


25 thn


Laki-laki




Setelah penangkapan dan penahanan oleh Aparat Keamanan, sekitar pukul 15.00 WIT, Mama Yosepa Alomang dan Markus Haluk bertemu dengan Kapolda Papua, Irjen Pol. F.X. Bugus Ekodanto. Dua pilihan yang disampikan kepada Kapolda Papua yaitu 1). kami yang ditahan bersama yang sedang ditahan atau 2). membebaskan mereka pada hari ini juga. Kapolda yang sedang didampingi dengan Kapolresta Jayapura, Robert Jonzo menanggapi penyampaian tersebut mengatakan bahwa mereka hanya diminta keterangan. Setelah itu, semuanya akan pulang kembali sama-sama dengan kami.

Seusai pertemuan dengan Kapolda, kami menuju Polresta. Disini sekitar 16 orang diperiksa di dampingi dengan kuasa hukum Papua Tanah Damai. Beberapa menit kemudian setelah kami tiba, semua sudah selesai pemeriksaan. Kuasa hukum mendampingi kami bersama beberapa teman bertemu dengan kapolresta untuk Pamit pulang.

Terlepas dari 17 nama di atas, dari hasil sweeping ada 4 orang yang ditahan di Mapolresta. Kami memberikan jaminan untuk dibebaskan secara bersamaan. Namun pertimbangan surat jaminan maka Kapolres berjanji akan bebaskan pada hari berikutnya.

3). Tanggal 22-23 October

Pada pukul 10.00 WIT, Mahasiswa Universitas Cendrawasih melakukan pemalangan Kampus UNCEN. Mereka melakukan aksi pemalangan sehubungan dengan intervensi militer masuk Kampus dengan pakaian dan peralatan senjata lengkap pada tanggal 16 dan 20 October saat mahasiswa hendak siap-siap melakukan aksi masa rakyat untuk mendukung kegiatan IPWP di Inggris.

Dalam aksi tersebut, mahasiswa meminta untuk diakui Otonomi Kampus. Selain itu mereka juga mendesak Rektor untuk mencabut kerja sama dengan aparat keamanan secara khusus Kepolisian Daerah Papua.

4). Tanggal 17 October 2008

Sekitar pukul 07,00 WIT ditemukan mayat, Sdr. Yosias Syet pengawal dan anggota PETAPA (Penjaga Tanah Papua) di rumahnya. Dia meninggal dunia setelah pulang membagikan selebaran aksi tanggal 16 Oktober. Dari hidung dan mulut korban keluar gumpalan darah. Hasil otopsi dokter tidak sampaikan kepada keluarga korban namun diserahkan kepada aparat kepolisian. Justru Dandim 1701 Jayapura, memberikan keterangan bahwa korban meninggal dunia karena serangan jantung. Terlepas dari ungkapan Damdim tersebut, jika dilihat dengan baik tubuh almarhum maka sebab kematiannya karena dibunuh oleh tangan manusia yang terlatih untuk membunuh nyawa manusia.

b). Kab. Paniai

Bila aksi-aksi dan dukungan moral kegiatan IPWP di tempat lain dilakukan oleh kelompok sipil, lain halnya dengan penyambutan aksi di Kab. Paniai. Panglima Makodam Devisi II TPN/OPM, Thadius Magai Yogi merayakannya dengan pengibaran Bendera Bintang Kejora. Menurut Thadius, upacara pengibaran bendera Bintang Kejora itu dilakukan dalam rangka mendukung kegiatan peluncuran IPWP yang diselenggarakan di London, Inggris tanggal 15 October. “Kami sangat senang dengan kegiatan di London, sebab hal itu merupakan respon dunia terhadap dunia tuntutan kemerdekaan rakyat Papua.”

Selain Bintang Kejora, dalam upacara itu dikibarkan dua bendera lagi, masing-masing bendera Belanda dan Bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam upacara diiringi dengan lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua.” Upacara bendera yang dimulai jam 9 pagi itu, di hadiri 5.000 personil dan ratusan masyarakat dari berbagai kampung yang dating menyaksikan jalannya kegiatan tersebut. Tampak pula sejumlah wartawan dari media cetak dan elektronik.



c). Kab. Sorong

Pada tanggal 15 October 2008, menyambut kegiatan IPWP rakyat Sorong Selatan mengadakan doa bersama. Aparat Kepolisian membunuh Martinus Grewas. Dia meninggal setelah dilarikan ke rumah sakit umum Sorong.

d). Kab. Manokwari



Pada tanggal 15 October 2008 rakyat Papua di Manokwari melakukan aksi bersama. Mendekati ribuan orang turun aksi. Mereka menyampaikan aspirasi kepada ketua DPRD Prov. IJB Demianus Ijie.



Semua aksi yang terjadi menyambut IPWP dapat dilihat dalam tebel berikut ini:



No.


Waktu


Tempat/Kota Aksi


Keterangan

01.


14 Octbr


Jakarta


Mahasiswa Papua Se Jawa dan Bali melakukan aksi di Bundaran HI, Kontor Perwakilan PBB, Istana Tegara dan Kedubes Inggris

02.


15 Octbr


Manokwari


Rakyat bersama MAhasiswa melakukan aksi di Kantor DPRD Prov. IJB

03.


15 Octbr


Sorong


Mengadakan doa di Kab. Sorong Selatan. Satu warga meninggal ulah aparat kepolisian

04.


16 Octbr


Jayapura


Aksi massa rakyat dibubarkan secara paksa oleh Gabungan Aparat Keamanan TNI-POLRI. Sehingga terpaksa rakyat memblokade jalan Abepura-Sentani dan melakukan aksi di depan Kantor DAP Expo Waena Abepura-Jayapura

05.


16 Octbr


Manado


Mahasiswa Papua se Sulawesi Utara melakukan aksi Longmarch dr USRAT ke Kota Manado. Aktivitas kota Manado sempat Lumpuh

06.


16 Octbr


Makasar


Mahasiswa Papua melakukan aksi di Aula Asrama Kamasan.

07.


17 Octbr


Jayapura


Ditemukan Mayat Sdr. Yosias Syet, pengawal dan anggota Penjaga Tanah Papua (PETAPA)

08.


17 Octbr


Jakarta


Mahasiswa Se Jawa-Bali kembali turun aksi di Jakarta. Titik aksi dari Bundaran HI, Perwakilan PBB, kedubes Inggris dan berakhir di Istana Negara

09.


20 Octbr


Jayapura


Aksi dibubarkan secara paksa oleh Gabungan Aparat Keamanan TNI dan POLRI. Mereka melakukan sweeping dan penangkapan 17 orang.

10.


22-23


Jayapura


Mahasiswa Universitas Cendrawasih melakukan aksi penolakan intervensi militer dengan melakukan pemalangan KAMPUS UNCEN.

B. Reaksi kelompok Peduli NKRI dan Respon Aparat Keamanan

Di Papua ada dua kelompok. Kelompok yang memperjuangkan hak-hak dasar yang disebut pro Papua M dan kelompok yang hanya menerima kenyataan atau kelompok Pro-NKRI. Dilihat dari aktifitas dari kedua kelompok tadi maka kelompok yang pertama selalu berjuang dengan sistematis dan berjuang dengan kekuatan moral sedang kelompok yang kedua akan muncul sewaktu-waktu bilamana ada gerakan aksi oleh kelompok pertama. Kelompok pertama, murni dari rakyat sedangkan kelompok berikutnya dibentuk dan atau tergantung dari Pemerintah secara khusus militer. Ketika muncul rencana dan aksi dukungan terhadap kegiatan IPWP di Inggris, seiring dengan itu muncul secara tiba-tiba mencuat sekelompok yang megatasnamakan kelompok Peduli NKRI. Mereka pada tanggal 13 October menggelar pertemuan dikediamanan Ondoafi Ramses Ohee. Acara ini dilanjudkan pembacaan dan penandatanganan sikap.



Beberapa komponen yang mengambil bagian dalam acara ini antara lain kelompok Barisan Merah Putih, FKPPI, pejuang Trikora, Veteran, Pelajar, Menwa, PKRI, GM Trikora. Dari beberapa kelompok yang telah disebutkan di atas, Kelompok Barisan Merah Putih baru dibentuk. Kelompok ini di ketuai oleh Ramses Ohee. Mereka pada 15 October menyerahkan Aspirasi penolakan kegiatan IPWP di Inggris ke pada DPRP yang diterima oleh Wakil Ketua III. Salah satu isi pernyataan mereka ialah NKRI sudah final. Sementara itu di Wamena 3 Oknum (Jimi Asso, Sadik Asso dan Amandus Mabel) yang mengaku diri sebagai anak-anak pejuang PEPERA menolak kegiatan IPWP. Sebelum mereka melakukan Jumpa Pers, pada hari sebelumnya Dandim Jayawijaya mengundang sejumlah orang yang mengaku diri kepalah Suku. Mereka mengadakan pertemuan di Kodim 1702 Jayawijaya untuk menolak kegiatan IPWP.

Tabel Berikut ini memperlihatkan aktifitas Kelompok Pro-NKRI



No.


Waktu


Bentuk kegiatan


Keterangan

01.


13 Octbr


Pertemuan dan pembacaan pernyaan sikap (KMP) Komponen Masyarakat Papua di kediaman Ramses Ohee




02.


15 Octbr


Penyerahan Pernyataan Sikap oleh KMP kepada DPRP




03.


16-20 Octbr


Panggung hiburan kel. Merah Putih di Taman Imbi


Kenyataan tidak ada masyarakat yang hadir

04.


17 Octbr


Pertemuan di Kodim 1702 Jayawujaya dengan sekelompok orang yang mengaku diri sebagai kepala suku.




05.


18 Octbr


Jumpa Pers Kel. Anak-anak Pejuang PEPERA di RRI






Semua aksi dan kegiatan bentuk apapun yang dilakukan kelompok pro NKRI difasilitasi dan dilindungi oleh Militer dan aparat sipil.

C. Analisis Situasi umum menjelang dan Pasca IPWP

Kegiatan IPWP di Inggris bagi rakyat Papua menjadi harapan baru akan masa depan bangsa Papua. Karena itu sejak dibentuknya Panitia di Inggris sekitar bulan Mei mendapat perhatian yang serius oleh rakyat Papua. Dalam berbagai kesempatan menjadi agenda pembicaraan mereka, terlebih satu minggu menjelang pelaksanaan kegiatan.

Gema kegiatan ini membangkitkan semangat rakyat. Situasi Papua pada tahun 1998-2000, masa dimana rakyat Papua mencatatnya sebagai masa emas, terkesan dihadirkan kembali pada akhir tahun ini. Semangat dan spontanitas mereka terlihat dari aksi demo damai dengan doa sejumlah kota baik di Papua dan luar Papua.

Pengerahan aksi secara besar-besar rakyat Papua dari Kab. Kerom, Jayapura dan kota Jayapura pada tanggal 16 dan 20 October merupakan salah satu puncak kebangkitan rakyat.

Sejalan dengan semangat kebangkitan rakyat Papua, dilain sisi aparat keamanan juga tidak tinggal diam. Mereka melakukan berbagai manufer untuk menaklukkan kebangkitan rakyat. Berbagai operasi terbuka (sweeping) dan operasi tertutup dilakukan oleh aparat gabungan TNI dan POLRI. Selain operasi tersebut aparat keamanan juga memfasilitasi kelompok sipil Papua pro-NKRI. Kelompok yang diketuai Ramses Ohee, untuk pertama kalinya mendeklarasikan kelompok barisan Merah-Putih. Jalannya kegiatan begitu meriah dan di falisitasi oleh Militer sendiri. Mereka secara tiba-tiba tampil di sejumlah media local dan juga nasional untuk menyampaikan aspirasi.

Sementara aksi-aksi demontrasi damai yang hendak dilakukan oleh Panitia IPWP, Militer Indonesia tidak memberikan akses sedikitpun . Dengan kekuatan penuh gabungan TNI dan POLRI turun ke jalan-jalan umum dengan senjata lengkap. Aparat Militer juga mengerahkan panser-panser untuk membubarkan massa rakyat Papua. Situasi sedemikian mencekam. Orang-orang tua pelaku sejarah PEPERA yang masih hidup, mereka mengenang kembali situasi pada saat menjelang PEPERA tahun 1969. Ketika mereka mengenang kembali peristiwa masa lalunya, banyak orang yang mencucurkan air mata.

Bertolak dari fakta yang diungkapkan di atas, antara massa rakyat Papua yang mendukung peluncuran IPWP dan sekelompok orang yang menolak disertai dengan peran aparat keamanan dalam menanggapi aksi demo damai yang terjadi di Papua jika dilihat dengan baik sesunggunnya mengatar rakyat pada konflik horizontal maupun Vertikal. Kenyataan konflik tidak bisa dielakkan dan itu cepat atau lambat akan terjadi di Papua.

Bagi aparat keamanan, terciptanya konflik merukan harapan mereka. Sebab pengalaman selama ini dengan terjadi konflik mereka dengan leluasa akan menangkap pimpinan-pimpinan kaum pejuang demokrasi dan HAM di Papua. Hal ini semakin terbukti dengan dikeluarkannya surat pemanggilan sebagai saksi pada tanggal 16 October dari POLDA Papua terhadap saudara Buctar Tabuni dan Ketua Dewan Adat Papua, Bapak Forkorus Yaboisembut. Aksi dilakukan pada tanggal 16 Maret dan surat juga dikeluarkan pada tanggal yang sama.

Selain itu, bukan mustahil bahwa militer juga berharap Papua dari darurat sipil dijadikan darurat militer. Mungkin Ini doa dan harapan yang begitu lama namun belum terwujud.

Kedepan tindakan represif militer dalam menangani aksi demonstrasi damai di Papua menjelang dan pasca kegiatan IPWP akan meningkat. Sebab melalui salah satu media lokal Kapolresta Jayapura, Robert Jonzo sudah mengatakan bahwa setiap aksi-aksi yang bertentangan dengan NKRI tidak diijinkan untuk melakukan aksi damai. Sementara pada akhir tahun ini juga aksi massa rakyat Papua akan meningkat secara drastis. Beberapa momen yang akan diperingati rakyat Papua antara lain, tanggal 11 November hari kematian Pemimpin Besar Bangsa Papua, Bpk. Theis H. Eluay dan pada 1 dan 10 Desember memperingati hari HAM se dunia.

Pada akhir dari tulisan ini saya ingin mengutip puisi tradisional dari Rimba Afrika “setiap kali saat fajar menyingsing, seekor rusa terjaga, ia tahu hari ini ia harus lari lebih cepat dari seekor singa yang tercepat. Jika tidak, ia akan terbunuh. Setiap kali saat fajar menyingsing, seekor singa terbangun dari tidurnya. Ia tahu hari ini ia harus mampu mengejar rusa yang paling lambat. Jika tidak, ia akan mati kelaparan.”

Semoga kita bangkit dan berlari lebih dulu untuk menyelamatkan diri dan bangsa kita sebelum menjadi mangsanya singa yang selalu haus akan darah manusia Papua.

BAGIAN IV. PENUTUP

Dalam Laporan ini saya telah menulis gambaran umum berbagai peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi selama 7 tahun Otonomi Khusus diberlakukan di tanah Papua. Itu pun hanya sebagian kecil yang dapat saya mencatatnya. Banyak peristiwa pembunuhan, kematian dan berbagai ketidakadilan yang terjadi di tanah Papua. Semua peristiwa yang terjadi di tanah Papua, rakyat Papua telah mengalami, melihat, mendengar dan mencatatnya dengan tinta emas bercampur darah mereka akan mengenang dan mewariskannya kepada anak cucu mereka, minimal selama 7 generasi.



Karena begitu banyak peristiwa ketidakadilan yang selalu terjadi di pelosok pedalaman, pegunungan, pesisir pantai, lembah dan rawa-rawa, diperbukitan, lereng gunung yang penuh salyu abadi maka hampir mustahil saya akan merekam dan membukannya pada lembaran ini. Namun saya jakin pasti suatu kelak akan terekam dan tercatat dengan baik semua isap tangis rakyat. Mereka hanya merindukan, keadilan, perdamaian dan kebebasan. Semoga Sang Khalik dapat mendengarkan-Nya.






[1] Proses Penculikan dan pembunuhan Pemimpin Besar Bangsa Papua, Bpk. Theys Hiyo Eluay oleh Anggota TNI dari Kesatuan Kopasus pada 10 November 2001, setelah pengesahan UU Otsus beberapa bulan kemudian merupakan bukti kekejaman Negara di Masa Otonomi Khusus yang tidak dapat disangkal

[2] Beberapa Inpres yang patut disebutkan antara lain; Inpres No.01 Thn 2003, Tentang Pemekaran Irian Jaya Barat, Inpres tahun 2007 tentang percepatan Pembangunan di Tanah Papua dan Inpres tentang Pelarangan Simbol dan Lambang Separatis, yang semuanya saling bertolak belakang dengan UU Otonomi Khusus.

[3] Dalam realitasnya dari tiga sebab mendasar lahirnya UU No. 21 tentanag Otonomi Khusus tersebut di atas, Jakarta hanya memperhatikan aspek ketiga yakni tentang pembangunan. Dengan demikian amat teriihat jelas dalam pandangan Jakarta bahwa orang Papua menuntut pengakuan Hak Politiknya seakan karena soal makan-minum alias sandang, pangan dan papan. Sedangkan ke dua aspek mendasar lainnya diabaikan.

[4] Selengkapnya baca bukunya, Dr. Benny Giay. Tanggapan Masyarakat Terhadap Peristiwa Penculikan dan Pembunuhan Theys H. Eluay 10 November 2001. Pen. Deiyai/Yakama, 2002. Juga Lih. AMPTPI, Papua Genosaid; Pemerintah Indonesia, Amerika Serikat, Belanda dan Perserikatan Bangsa-Bangsa Bertanggungjawab Atas Kematian Rakyat Papua, Jayayapura, 8 Juli 2007. Hal, 3-5.





[5] Sebelum Otsus Papua hanya 1 Provinsi namun pasca Otsus melalui Inpres No. 01 thn 2003 Jakarta secara paksa membentu Prov. IJB. Dan apa yang di sebutkan dalam table ini, berbagai pemekaran yang terjadi di 2 Prov. tersebut.

[6] Bdk. Laurike Moeliono: Panduan tentang Pencegahan HIV/AIDS Bagi Orang Papua; bagaimana Kitorang Bicara dengan Remaja Tentang HIV/AIDS di Tanah Papua.,. Terb. UNICEF Perwakilan Indonesia 2005. Hal. 20

[7] Disiarkan pada hari kamis pukul 21.00 WIB.

[8] Theo Van den Broek, OFM, J. Budi Hermawan OFM, Frederika Korain SH, Adolf Kambayong OFM, Memoria Pasionis di Papua; Kondisi Sosial Politik dan Hak Asasi Manusia 2001. Perc. SKP-LSPP, 2001.Hal. 40-70.

[9] Sesuai dengan pengamatan dan apa yang kami dengar dari orang-orang tua di Wamena bahwa ada beberapa rumah makan disimpan beberapa perempuan yang siap melayani seks (kemungkinan besar sudah kena HIV/AIDS). Hal ini terbukti pada tanggal 21 Mei 2007, pada saat AMPTPI setelah mengadakan seminar di Wamena sesuai dengan hasil seminar maka kami melakukan penertiban ternyata di beberapa rumah ditemukan beberapa perempuan malahan ada yang dalam keadaan tanpa berbusa. Untuk pengembangan usaha ini, Bupati Jayawijaya membantu dana 5-10 juta kepada pemilik warung/kios yang notabenenya orang pendatang.

[10] Dinas Kependudukan dan Penataan Provinsi Papua, 2006,

[11] Bdk. Artikel Dr. Jim Elmslie