Sabtu, 19 Juni 2010

RAKYAT PAPUA MINTA REFERENDUM, OTONOMI KHUSUS BAGI PAPUA BARAT GAGAL


JAYAPURA—Seperti yang direncanakan sebelumnya, Jumat (18/6) kemarin ribuan masyarakat dari 7 wilayah adat di Provinsi Papua, serta elemen masyarakat, melakukan long march (berjalan kaki) dari Kantor MRP Kotaraja menuju DPRD untuk menyerahkan 11 hasil pleno Musyawarah Besar (Mubes) MRP bersama masyarakat adat Papua, diantaranya keinginan rakyat Papua menuntut referendum. Ribuan massa sejak pagi hari berkumpul di Kantor MRP di Kotaraja selanjutnya berjalan kaki (long march) menuju ke Gedung DPRP. Diantara massa itu terlihat Ketua MRP Agus Alua. Rombongan masyarakat yang memakai busana adat, bahkan sejumlah pria memakai koteka. Saat tiba di Halaman Gedung DPRP, massa membentang sejumlah spanduk, yang antara lain bertuliskan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua telah gagal total tak ada solusi kecuali Papua merdeka, Referendum solusi terakhir bangsa Papua Barat, Otsus gagal hak hidup rakyat Papua terancam.

Koordinator aksi Pdt John Baransano pada saat itu mengajak masyarakat pendemo mengepalkan tangan sebagai simbol perkabungan bagi rakyat Papua sembari mengajak massa menyeruhkan Papua Merdeka, Papua Merdeka. “Mari kita berjuang melawan penindasan tanpa melakuka kekerasan,” tukas Baransano. Beberapa saat kemudian pimpinan dan anggota DPRP antara lain Yunus Wonda, Ruben Magay, Thomas Sondegau, Bob Pattipawae, Nasson Utti dan lain lain turun dari lantai dua menemui massa. Salah seorang penggagas hasil Mubes MRP, Dr Benny Giay menegaskan, pihaknya berada di tempat ini, karena satu berjuangan untuk mengembalikan Otsus, merebut kembali harga diri bangsa Papua, merebut kembali hak- hak rakyat Papua yang dirampas. Selanjutnya Giay dituntun Pdt John Baransano menyalahkan sebuah lilin sebagai suatu simbol mengenang para leluhur yang telah pergi selama lamanya demi membela hak- hak rakyat Papua.

“Kami bukan bangsa bodoh seperti yang engkau pikirkan,” ucap Giay disambut pekikan merdeka dari massa. Ketua Komisi DPRP Ruben Magay menandaskan, tuntunan referendum adalah bagian dari akumulasi kegagalan kebijakan negara untuk melakukan evaluasi total dalam membangun rakyat Papua. “Referendum adalah jalan keluar yang menentukan masa depan rakyat Papua,” tutur politisi Partai Demokrat ini. Menurutnya, kalau masyarakat telah melakukan tuntutan referendum terhadap apa yang telah dikerjakan. Hal ini berpulang kepada kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat yang selama ini masa bodoh. Pemerintah dinilai gagal membangun rakyat Papua.

Hari ini orang masih berbicara merdeka, OPM, separatis, referendum dan lain lain itu semua kegagalan Negara, khususnya mereka yang mendapat tugas negara untuk membangun Papua. “Kalau isu itu masih ada berarti mereka gagal mengindonesiakan Papua,” tukas Magay. Senada dengan itu, Anggota Komisi C DPRP Tony Infandi STh mengemukakan, tuntutan referendum adalah hal yang wajar dalam dunia internasional, apalagi Indonesia adalah salah satu negara yang sedang subur suburnya menghidupkan demokrasi, supermasi hukum, kebebasan menyampaikan pendapat, kebebasan pers dan perjuangan HAM dan lain lain. Pemerintah Indonesia tak boleh membatasi aspirasi rakyat, tapi justru pemerintah harus menyambut dengan positif karena aspirasi merupakan bagian dalam rangka mendapatkan pengakuan dari dunia internasional bahwa NKRI tak kaku dalam menjalankan aspek aspek tersebut.

“Masih ada cukup banyak waktu bagi MRP untuk memperjuangkan aspirasi rakyat Papua. Persoalannya adalah kembali kepada MRP bagaimana caranya memberdayakan rakyat Papua dalam kontes tantanan negara dan pembangunan provinsi Papua kedepan. Dikatakan pendeta Gereja Bethel Indonesia ini, jangan sampai hanya gara gara SK MRP No 14 Tahun 2009 tak disetujui Mendagri lalu kemudian mengambil langkah langkah yang dapat menyulitkan rakyat Papua sendiri karena tak boleh ada kebijakan yang mengabaikan rakyat. “Apapun yang disampaikan rakyat Papua mesti dapat ipertanggungjawabkan sesuai kebijakan dalam koridor hukum yang berlaku,” tukasnya. (mdc/hen/ Ven )

Kamis, 17 Juni 2010

referendum untuk papua menguat

JAYAPURA-Usulan referendum di MRP terus mengkristal. Walaupun 11 rekomendasi MRP bersama rakyat Papua belum juga dipublikasikan ke umum, namun spanduk besar bertuliskan “Referendum solusi terbaik bagi rakyat Papua barat” bisa menggambarkan kesimpulan akhir dari Pleno MRP bersama rakyat Papua. Ya, suasana pleno MRP yang dilangsungkan di Aula MRP, Rabu (16/5) kemarin, itu dihadiri seluruh komponen pergerakan rakyat Papua dan telah merumuskan 11 point penting yang kemudian rencananya akan dibawa ke DPRP, Jumat (18/6) mendatang, untuk kemudian di Paripurnakan DPRP. Pembacaan putusan pleno oleh Ketua MRP Agus Alue Alua itu berlangsung singkat, yang kemudian ditindaklanjuti oleh perwakilan Komponen masyarakat Papua yang dalam putusan bersama itu, disepakati untuk menunda pengantaran Putusan Pleno Mubes MRP itu ke DPRP. “Keputusan ini merupakan keputusan fundamental bagi masa depan orang asli Papua di Tanah Papua, sehingga keputusan ini akan terus dikawal oleh seluruh rakyat Papua, apapun resikonya, jadi kami putuskan untuk hari Jumat ini, kita akan mengantar bersama putusan ini ke DPRP,” tegas Salmon Yumama selaku juru bicara komponen masyarakat Papua.

Penundaan ini, sempat mengundang amarah serta teriakan ratusan masa masyarakat Papua yang datang ke MRP, namun setelah mendapat keterangan masa kemudian menenangkan diri. Dalam keterangan tersebut, Yumame yang juga ketua Forum Demokrasi Papua Bersatu itu, menyebutkan, bahwa maksud dari penundaan ini sengaja dilakukan dengan maksud agar konsolidasi terkait putusan MRP ini ke seluruh wilayah di Tanah Papua, luar Papua maupun di Luar negeri. Hal yang sama juga ditegaskan Markus Haluk, Ketua AMPTPI ini menyerukan agar seluruh masyarakat Papua secara bersama-sama berjuang membebaskan Papua dari cengkeraman pemusnahan yang secara sengaja dilakukan melalui kehadiran UU NO 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua.

“Ingat Jumat ini, sampaikan pada seluruh rakyat Papua, kita akan aksi damai longmarc dari MRP ke DPRP, sehingga tidak ada lagi orang yang bilang bahwa itu segelintir orang, itu hanya orang gunung atau itu hanya orang Pantai dan sebagainya, mari kita tunjukkan bahwa papua yang dulu masih tetap satu,” teriak Markus lewat mikropohen yang tersedia di ruang sidang MRP. Bukan hanya Markus, hadir pula Pdt. Jhon Baransan. Kepada seluruh komponen masyarakat, Jhon dengan nada tinggi menegaskan bahwa Otsus di tanah Papua gagal mensejahterakan rakyat Papua, Otsus bukan lagi sousi bagi rakyat Papua namun Otsus bagi rakyat Papua adalah mesih pembunuh modern.

“Kita tidak segelintir, oleh karena itu, kita akan tunjukkan bahwa yang segelintir itu siapa, seluruh masyarakat Papua akan turut dalam aksi ini, ini hari berkabung bagi kita semua,” terangnya. Sementara itu, Sekretaris DAP Leo Imbiri, kepada wartawan mengatakan bahwa aksi hari ini ke DPRP selain sengaja di ulur, panitia juga belum melayangkan surat pemberitahuan ke Polresta Jayapura.”Kami tidak ingin rakyat Papua ini selalu dibenturkan dengan aparat, oleh karena itu kami akan minta berikan surat pemberitahuan ke Polisi, bukan surat ijin,” lengkapnya.

DPRP Kecele
Sementara itu, aksi unjukrasa yang digagas MRP sebagaimana informasi yang diterima akan digelar di Halaman Gedung DPRP, Jayapura, Rabu (16/6) siang ternyata mengalami pembatalan sepihak. Hal ini membuat DPRP kecele. Pasalnya, pimpinan dan anggota DPRP sejak pagi hari tel ah mempersiapkan diri untuk menerima massa pendemo yang membawa aspirasi rakyat terkait SK No 14 Tahun 2009. Bahkan Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda rela menunggu berjam jam didalam ruangannya bersama sejumlah anggota DPRP lainnya sembari menunggu kedatangan para pengunjukrasa dari MRP.

Ketua Tim Pansus Pemilukada DPRP Ruben Magay terkesan tergesa gesa menerima tamu masyarakat maupun pejabat pemerintahan yang ingin menemuinya. “Saya tak bergerak dari sini karena ingin menerima aspirasi rakyat yang disampaikan melalui MRP,” ujar Magay.Anggota Komisi C DPRP, Albert Bolang SH MH terpaksa menunda kegiatan pertemuan bersama masyarakat lantaran mesti mempersiapkan diri menerima aspirasi rakyat yang disampaikan melalui MRP. Sumber yang layak dipercaya mengungkapkan aksi unjukrasa yang dilakukan massa MRP mengalami penundaan serta direncanakan digelar di Halaman Gedung DPRP, Jayapura, Jumat (18/6) siang. (hen/mdc)

Hasil Pleno MRP Wacana Referendum Menguat Jumat Besok, Seluruh Rakyat Pa

JAYAPURA-Usulan referendum di MRP terus mengkristal. Walaupun 11 rekomendasi MRP bersama rakyat Papua belum juga dipublikasikan ke umum, namun spanduk besar bertuliskan “Referendum solusi terbaik bagi rakyat Papua barat” bisa menggambarkan kesimpulan akhir dari Pleno MRP bersama rakyat Papua. Ya, suasana pleno MRP yang dilangsungkan di Aula MRP, Rabu (16/5) kemarin, itu dihadiri seluruh komponen pergerakan rakyat Papua dan telah merumuskan 11 point penting yang kemudian rencananya akan dibawa ke DPRP, Jumat (18/6) mendatang, untuk kemudian di Paripurnakan DPRP. Pembacaan putusan pleno oleh Ketua MRP Agus Alue Alua itu berlangsung singkat, yang kemudian ditindaklanjuti oleh perwakilan Komponen masyarakat Papua yang dalam putusan bersama itu, disepakati untuk menunda pengantaran Putusan Pleno Mubes MRP itu ke DPRP. “Keputusan ini merupakan keputusan fundamental bagi masa depan orang asli Papua di Tanah Papua, sehingga keputusan ini akan terus dikawal oleh seluruh rakyat Papua, apapun resikonya, jadi kami putuskan untuk hari Jumat ini, kita akan mengantar bersama putusan ini ke DPRP,” tegas Salmon Yumama selaku juru bicara komponen masyarakat Papua.

Penundaan ini, sempat mengundang amarah serta teriakan ratusan masa masyarakat Papua yang datang ke MRP, namun setelah mendapat keterangan masa kemudian menenangkan diri. Dalam keterangan tersebut, Yumame yang juga ketua Forum Demokrasi Papua Bersatu itu, menyebutkan, bahwa maksud dari penundaan ini sengaja dilakukan dengan maksud agar konsolidasi terkait putusan MRP ini ke seluruh wilayah di Tanah Papua, luar Papua maupun di Luar negeri. Hal yang sama juga ditegaskan Markus Haluk, Ketua AMPTPI ini menyerukan agar seluruh masyarakat Papua secara bersama-sama berjuang membebaskan Papua dari cengkeraman pemusnahan yang secara sengaja dilakukan melalui kehadiran UU NO 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua.

“Ingat Jumat ini, sampaikan pada seluruh rakyat Papua, kita akan aksi damai longmarc dari MRP ke DPRP, sehingga tidak ada lagi orang yang bilang bahwa itu segelintir orang, itu hanya orang gunung atau itu hanya orang Pantai dan sebagainya, mari kita tunjukkan bahwa papua yang dulu masih tetap satu,” teriak Markus lewat mikropohen yang tersedia di ruang sidang MRP. Bukan hanya Markus, hadir pula Pdt. Jhon Baransan. Kepada seluruh komponen masyarakat, Jhon dengan nada tinggi menegaskan bahwa Otsus di tanah Papua gagal mensejahterakan rakyat Papua, Otsus bukan lagi sousi bagi rakyat Papua namun Otsus bagi rakyat Papua adalah mesih pembunuh modern.

“Kita tidak segelintir, oleh karena itu, kita akan tunjukkan bahwa yang segelintir itu siapa, seluruh masyarakat Papua akan turut dalam aksi ini, ini hari berkabung bagi kita semua,” terangnya. Sementara itu, Sekretaris DAP Leo Imbiri, kepada wartawan mengatakan bahwa aksi hari ini ke DPRP selain sengaja di ulur, panitia juga belum melayangkan surat pemberitahuan ke Polresta Jayapura.”Kami tidak ingin rakyat Papua ini selalu dibenturkan dengan aparat, oleh karena itu kami akan minta berikan surat pemberitahuan ke Polisi, bukan surat ijin,” lengkapnya.

DPRP Kecele
Sementara itu, aksi unjukrasa yang digagas MRP sebagaimana informasi yang diterima akan digelar di Halaman Gedung DPRP, Jayapura, Rabu (16/6) siang ternyata mengalami pembatalan sepihak. Hal ini membuat DPRP kecele. Pasalnya, pimpinan dan anggota DPRP sejak pagi hari tel ah mempersiapkan diri untuk menerima massa pendemo yang membawa aspirasi rakyat terkait SK No 14 Tahun 2009. Bahkan Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda rela menunggu berjam jam didalam ruangannya bersama sejumlah anggota DPRP lainnya sembari menunggu kedatangan para pengunjukrasa dari MRP.

Ketua Tim Pansus Pemilukada DPRP Ruben Magay terkesan tergesa gesa menerima tamu masyarakat maupun pejabat pemerintahan yang ingin menemuinya. “Saya tak bergerak dari sini karena ingin menerima aspirasi rakyat yang disampaikan melalui MRP,” ujar Magay.Anggota Komisi C DPRP, Albert Bolang SH MH terpaksa menunda kegiatan pertemuan bersama masyarakat lantaran mesti mempersiapkan diri menerima aspirasi rakyat yang disampaikan melalui MRP. Sumber yang layak dipercaya mengungkapkan aksi unjukrasa yang dilakukan massa MRP mengalami penundaan serta direncanakan digelar di Halaman Gedung DPRP, Jayapura, Jumat (18/6) siang. (hen/mdc)

WACANA REFERENDUM MENGUAT DI PAPUA BARAT

JAYAPURA-Usulan referendum di MRP terus mengkristal. Walaupun 11 rekomendasi MRP bersama rakyat Papua belum juga dipublikasikan ke umum, namun spanduk besar bertuliskan “Referendum solusi terbaik bagi rakyat Papua barat” bisa menggambarkan kesimpulan akhir dari Pleno MRP bersama rakyat Papua. Ya, suasana pleno MRP yang dilangsungkan di Aula MRP, Rabu (16/5) kemarin, itu dihadiri seluruh komponen pergerakan rakyat Papua dan telah merumuskan 11 point penting yang kemudian rencananya akan dibawa ke DPRP, Jumat (18/6) mendatang, untuk kemudian di Paripurnakan DPRP. Pembacaan putusan pleno oleh Ketua MRP Agus Alue Alua itu berlangsung singkat, yang kemudian ditindaklanjuti oleh perwakilan Komponen masyarakat Papua yang dalam putusan bersama itu, disepakati untuk menunda pengantaran Putusan Pleno Mubes MRP itu ke DPRP. “Keputusan ini merupakan keputusan fundamental bagi masa depan orang asli Papua di Tanah Papua, sehingga keputusan ini akan terus dikawal oleh seluruh rakyat Papua, apapun resikonya, jadi kami putuskan untuk hari Jumat ini, kita akan mengantar bersama putusan ini ke DPRP,” tegas Salmon Yumama selaku juru bicara komponen masyarakat Papua.

Penundaan ini, sempat mengundang amarah serta teriakan ratusan masa masyarakat Papua yang datang ke MRP, namun setelah mendapat keterangan masa kemudian menenangkan diri. Dalam keterangan tersebut, Yumame yang juga ketua Forum Demokrasi Papua Bersatu itu, menyebutkan, bahwa maksud dari penundaan ini sengaja dilakukan dengan maksud agar konsolidasi terkait putusan MRP ini ke seluruh wilayah di Tanah Papua, luar Papua maupun di Luar negeri. Hal yang sama juga ditegaskan Markus Haluk, Ketua AMPTPI ini menyerukan agar seluruh masyarakat Papua secara bersama-sama berjuang membebaskan Papua dari cengkeraman pemusnahan yang secara sengaja dilakukan melalui kehadiran UU NO 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua.

“Ingat Jumat ini, sampaikan pada seluruh rakyat Papua, kita akan aksi damai longmarc dari MRP ke DPRP, sehingga tidak ada lagi orang yang bilang bahwa itu segelintir orang, itu hanya orang gunung atau itu hanya orang Pantai dan sebagainya, mari kita tunjukkan bahwa papua yang dulu masih tetap satu,” teriak Markus lewat mikropohen yang tersedia di ruang sidang MRP. Bukan hanya Markus, hadir pula Pdt. Jhon Baransan. Kepada seluruh komponen masyarakat, Jhon dengan nada tinggi menegaskan bahwa Otsus di tanah Papua gagal mensejahterakan rakyat Papua, Otsus bukan lagi sousi bagi rakyat Papua namun Otsus bagi rakyat Papua adalah mesih pembunuh modern.

“Kita tidak segelintir, oleh karena itu, kita akan tunjukkan bahwa yang segelintir itu siapa, seluruh masyarakat Papua akan turut dalam aksi ini, ini hari berkabung bagi kita semua,” terangnya. Sementara itu, Sekretaris DAP Leo Imbiri, kepada wartawan mengatakan bahwa aksi hari ini ke DPRP selain sengaja di ulur, panitia juga belum melayangkan surat pemberitahuan ke Polresta Jayapura.”Kami tidak ingin rakyat Papua ini selalu dibenturkan dengan aparat, oleh karena itu kami akan minta berikan surat pemberitahuan ke Polisi, bukan surat ijin,” lengkapnya.

DPRP Kecele
Sementara itu, aksi unjukrasa yang digagas MRP sebagaimana informasi yang diterima akan digelar di Halaman Gedung DPRP, Jayapura, Rabu (16/6) siang ternyata mengalami pembatalan sepihak. Hal ini membuat DPRP kecele. Pasalnya, pimpinan dan anggota DPRP sejak pagi hari tel ah mempersiapkan diri untuk menerima massa pendemo yang membawa aspirasi rakyat terkait SK No 14 Tahun 2009. Bahkan Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda rela menunggu berjam jam didalam ruangannya bersama sejumlah anggota DPRP lainnya sembari menunggu kedatangan para pengunjukrasa dari MRP.

Ketua Tim Pansus Pemilukada DPRP Ruben Magay terkesan tergesa gesa menerima tamu masyarakat maupun pejabat pemerintahan yang ingin menemuinya. “Saya tak bergerak dari sini karena ingin menerima aspirasi rakyat yang disampaikan melalui MRP,” ujar Magay.Anggota Komisi C DPRP, Albert Bolang SH MH terpaksa menunda kegiatan pertemuan bersama masyarakat lantaran mesti mempersiapkan diri menerima aspirasi rakyat yang disampaikan melalui MRP. Sumber yang layak dipercaya mengungkapkan aksi unjukrasa yang dilakukan massa MRP mengalami penundaan serta direncanakan digelar di Halaman Gedung DPRP, Jayapura, Jumat (18/6) siang. (hen/mdc)