Sabtu, 31 Juli 2010

Lulusan D3 Administrasi Perkantoran Ngaku Resah Menyusul Adanya Pemberitaan Administrasi Perkantoran Uncen, Ilegal


JAYAPURA—Mencuatnya pemberitaan tentang Program studi S1 Administrasi Perkantoran yang ilegal alias tidak memiliki ijin dari Dikti, membuat sejumlah alumni D3 Administrasi Perkantoran FISIP Universitas Cenderawasih (Uncen), Jayapura, merasa terusik. Apalagi kasus tersebut menjadi headline di media massa. Takut jangan sampai dikait-kaitkan dengan masalah program studi ilegal tersebut, akhirnya para alumni D3 administrasi perkantoran Uncen, angkat bicara.
Markus Komboi, salah seorang alumni Tahun 2002 D3 Administrasi Perkantoran Uncen mewakil para alumni D3 Administrasi Perkantoran, mengatakan, harus ditekankan bahwa Program Administrasi Perkantoran di FISIP Uncen ada dua.
‘’Satu adalah Program D3 Administrasi Perkantoran yang sudah berjalan 12 Tahun. Itu legal tidak ada masalah. Sedangkan yang tidak ada ijin (Ilegal) itu hanya Program S1-nya,’’ ungkapnya saat dihubungi Bintang Papua via HP-nya tadi malam.
Dikatakan, munculnya pemberitaan tentang Program S1 yang ilegal tersebut, ia mendapat telepon dari sejumlah rekan-rekannya untuk lebih mempertegas tentang masalah tersebut. ‘’Kami sangat sayangkan. Karena terkait nilai jual alumni ini, nanti ada masyarakat tahu bisa katakan ‘Wah kamu ini berarti ilegal’. Ini kan kurang baik. Masyarakat yang tidak tahu bisa katakan semua ilegal,’’ ungkap ungkap Alumni D3 Administrasi Perkantoran Uncen yang kini aktif di LSM tersebut.
Ia mempertanyakan juga tentang orientasi pelaksanaan Program yang telah berjalan beberapa tahun tersebut. ‘’Itu kesalahan Universitas. Masak ada orang kuliah gelap-gelap (tidak jelas statusnya, red). Orientasi apa ini kok bisa ilegal?. Ini manajemen di dalam yang kurang bagus,’’ lanjutnya.
Sekedar diketahui dari catatan media ini, sedikitnya 42 mahasiswa/i akhir program studi S1 Administrasi Perkantoran di FISIP Uncen tidak dapat mengikuti Yudisium akibat Program yang diikutinya tidak ada ijin dari Dikti.
Seperti diungkapkan salah seorang mahasiswa yang mendaftar sebagai mahasiswa angkatan pertama pada tahun 2008. Bahwa setiap bulan, ia membayar uang SPP Rp 560 ribu.
Pembantu Rektor I Uncen Drs Festus Simbiak MPd pun mengakui dan mengatakan hal itu sebagai kesalahan lembaganya Uncen.
Sementara itu pertanyaan lain muncul dari para mahasiswa UNcen lainnya, jika memang program itu belum ada ijin alias illegal, lantaran sistim pembayaran kuliah mahasiswanya selama ini bagaimana. APakah juga melalui bank atau lewat orang tertentu, sebab jika itu melalui bank berarti semestinya program studi itu tidak illegal karena datanya sudah lengkap sebagaimana layaknya mahasiswa dari program studi lainnya, sebaliknya jika pembayarannya lewat person apakah itu juga dapat dibenarkan dan tidak menyalahi aturan?. Untuk masalah ini belum ada konfirmasi dengan pihak Uncen. (aj)

Jumat, 30 Juli 2010

2 Agustus, KNPB Gelar Mimbar Bebas di Makam Theys

2 Agustus, KNPB Gelar Mimbar Bebas di Makam Theys
Rabu, 28 Juli 2010 20:46

JAYAPURA—KNPB (Komite Nasional Papua Barat) yang selama ini cukup gencar dalam menyuarkan Referendum, Rabu (28/7) kemarin kembali melakukan aksi demo damai.

Demo yang dikoordinatori Jubir KNPB Maco Tabuni dimulai dengan pengumpulan massa di depan Kantor Pos Abepura.

Saat melakukan pengumpulan massa tersebut, anggota KNPB KNPB juga membagi-bagikan selebaran kepada masyarakat yang lewat disekitar aksi pengumpulan massa. Dalam selebaran yang ditndatngi Ketua Umum KNPB sekaligus selaku penanggungjawab aksi demo Bucktar Tabuni tersebut berisikan tentang bergabungnya Papua ke dalam NKRI yang dinyatakan oleh KNPB sebagai aneksasi adalah melangar hukum dan HAM Intrnasional. ‘’Itulah akar persoalan Papua sehingga aneksasi Papua disebut Ilegal,’’ungkapnya yng menyatakan bahwa proses aneksasi tersebut adalah persekongkolan Belanda, Amerika Serikat, Indonesia dan PBB.

Dikatakan bahwa akar persoalan tersebutlah yang terus digugat oleh orang asli Papua. ‘’Akar persoalan itu juga sedang digugat di tingkat Internasional oleh pihak-pihak internasional melalui kajian dalam bentuk buku, seminar, kampanye dan lobi,’’ jelasnya.

Dikatakan juga bahwa supaya bisa mendorong akar masalah itu ke PBB, maka IPWP (Gabungan Parlemen-Pareleman Internasional) dan ILWP (Pengacara-Pengacar a Hukum Internasional) sedang mendorong negara-negara agar akar masalah ini bisa dibawa ke PBB, baik secara hukum maupun politik. ‘’Tanggal 19 Juni 2010 lalu, Parlemen oposisi dan pemerintah Vanuatu telah membuat suatu mosi (kesepakatan) untuk membawa masalah Papua Barat ke PBB. hal yang sama sedang didorong di PNG dan Ingris,’’ ungkapnya lagi.

Diungkapkan juga dalam selebaran tersebut bahwa tanggal 14 Juli hingga 2 Agustus 1969 dalam pelaksanaan Pepera diwarnai dengan kekerasan militer dan manipulai. ‘’Tanggal 2 Agustus ini akan diperingati di seluruh pendukung Papua Merdeka DI TINGKAT Internasional dengan mengembalikan Pepera 1969 ke PBB dan menggugat kembali serta menuntut dilaksanakan Referendum sebagai solusi tengah antara Papua dan Indonesia,’’ lanjutnya.

Di dalam selebaran tersebut dicantumkan bahwa pada 2 Agustus 2010 nanti tepatnya pukul 10.00 WP akan dilaksanakan mimbar bebas di Lapangan Pahlawan Makam Theys Eluay. (aj)

http://bintangpapua .com/index. php?option= com_content&view=article&id=6239:2-agustus- knpb-gelar- mimbar-bebas- di-makam- theys&catid=25:headline&Itemid=96